Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat tidak menghentikan bantuan militernya untuk Ukraina, dengan di saat bersamaan Kyiv memproduksi howitzer hingga drone sendiri, kata seorang pejabat senior Parlemen Ukraina, namun tidak menutup kemungkinan mencari lebih banyak bantuan dari negara-negara Eropa.

Penandatanganan perintah eksekutif penundaan bantuan AS yang dilakukan Presiden Donald Trump tidak lama setelah dilantik, menimbulkan pertanyaan seputar bantuan Washington di berbagai bidang mulai dari kesehatan hingga militer untuk berbagai negara dan lembaga, termasuk untuk Ukraina yang masih berperang menghadapi agresi Rusia.

"Bantuan militer dari Amerika Serikat tidak dipotong. Jadi kami masih mendapatkan pasokan. Tentu saja, kami perlu memahami apa yang bisa kami dapatkan di masa depan untuk memiliki perencanaan jangka panjang. Tetapi sejauh ini, kami mendapatkan pasokan," jelas Deputi Parlemen Ukraina Yevheniia Kravchuk dalam wawancara di sela-sela Munich Security Conference 2025, Sabtu 15 Februari.

Lebih jauh dijelaskan olehnya, saat ini Ukraina memproduksi sendiri 40 persen kebutuhan militernya, 30 persen berasal dari Amerika Serikat dan 30 persen lainnya dari sekutu di Eropa.

Menurutnya, sepertiga hampir sepertiga dari bantuan militer yang digunakan pasukan Ukraina di medan perang berasal dari AS.

Beberapa di antaranya tidak dapat digantikan dengan yang lain, seperti misalnya sistem Patriot.

militer ukraina
Baru Ilustrasi militer Ukraina. (Wikimedia Commons/Ministry of Defense of Ukraine)

"Itu adalah satu-satunya sistem pertahanan udara yang dapat mencegat balistik. Kami memiliki sebuah patriot yang bekerja dengan sangat cepat dan itu seperti 10 rudal yang ditembakkan," jelasnya.

Lebih jauh dikatakannya, jika Washington berhenti memberikan pasokan bantuan militer, Ukraina perlu meningkatkan produksinya sendiri.

"Dan kami memang memproduksi howitzer kaliber 155. Kami memang memproduksi banyak drone, jutaan drone, deep strike, FPV, drone laut," ungkapnya.

"Tetapi kami juga akan mencari lebih banyak bantuan dari negara-negara Eropa," tambahnya.

Kravchuk mengatakan, pihaknya setuju dengan pernyataan Presiden Trump, bahwa Eropa harus turun tangan lebih banyak.

"Kami setuju bahwa ini adalah keamanan di benua Eropa, tetapi pada saat yang sama, Senjata yang diberikan Amerika Serikat kepada kami diproduksi di Amerika Serikat. Ini adalah bagian dari ekonomi. Ini adalah tempat kerja, pabrik-pabrik yang mempekerjakan banyak orang Amerika. Jadi, ini bukan sesuatu yang tidak menguntungkan ekonomi Amerika juga," tandasnya.

Kravchuk pun mengungkapkan, Inggris belum lama mengumumkan rekor paket bantuan untuk tahun ini yang jumlahnya mencapai 4,5 miliar poundsterling, paket terbesar yang pernah diberikan London sejauh ini.

"Kami juga memiliki aliansi yang sangat baik dengan negara-negara Nordik. Dan pemimpin khusus adalah Denmark yang telah berinvestasi dalam produksi militer Ukraina lebih dari satu miliar euro. Itu adalah cara yang baik untuk maju ke depan, tidak hanya untuk membeli senjata yang diproduksi di Eropa," katanya.

Ditambahkannya, "Berinvestasi dalam produksi militer atau produksi bersama di Ukraina, itu lebih murah. Ini akan lebih cepat melalui garis depan. Dan kami memiliki para insinyur dan ahli teknologi untuk menyelesaikannya," pungkas Kravchuk.

Dikutip dari CNN Indonesia, Ukraina berada di posisi pertama negara penerima bantuan luar negeri AS yang mencapai 17,2 miliar dolar AS. Di belakangnya ada Israel (3,3 miliar AS), Yordania (1,7 miliar AS), Mesir (1,5 miliar AS) dan Ethiopia (1,5 miliar AS).