JAKARTA - Warga Palestina di Gaza mengatakan mereka bertekad untuk membangun kembali restoran dan hotel pinggir mengabaikan keinginan Presiden AS Donald Trump untuk menciptakan "Riviera Timur Tengah" yang kosong dari populasi dan berada di bawah kendali AS.
Sebelum serangan Israel selama 15 bulan menyebabkan bangunan-bangunan di Gaza hancur, wilayah Palestina yang berpenduduk padat telah mengembangkan pariwisata lokal di pantai Mediterania meskipun ada blokade yang panjang.
“Tidak ada yang tidak dapat diperbaiki,” kata warga Gaza, Assad Abu Haseira dilansir Reuters, Jumat, 7 Februari.
Dia berjanji untuk mulai menyajikan makanan dari restoran miliknya bahkan sebelum restoran tersebut dibangun kembali.
“Trump mengatakan dia ingin mengubah restoran, dan dia ingin mengubah Gaza serta ingin menciptakan sejarah baru bagi Gaza. Kami tetap Arab dan sejarah Arab tidak akan tergantikan dengan sejarah orang asing,” tegasnya.
Warga Palestina lainnya juga turut menentang hal ini. Mohammed Abu Haseira, pemilik restoran lainnya, mengatakan restorannya akan beroperasi kembali “dan jauh lebih baik dari sebelumnya”.
"Trump telah mengambil keputusan bahwa dia ingin mendirikan restoran, namun restorannya ada di sini dan hotelnya ada di sini. Mengapa Anda menghancurkannya untuk mendirikan restoran lain?" katanya.
Gaza pernah menjadi tujuan populer bagi wisatawan Israel dan bahkan setelah pengambilalihan wilayah tersebut oleh gerakan Islam Hamas pada tahun 2007, restoran dan kafe tepi pantai berjajar di pinggir laut.
Visi Trump mengenai Jalur Gaza yang bersih dari penduduk Palestina dan dibangun kembali menjadi resor internasional menghidupkan kembali gagasan yang sebelumnya dilontarkan oleh menantu laki-lakinya, Jared Kushner.
BACA JUGA:
Hal ini memicu kecaman dari seluruh dunia, dan para kritikus mengatakan tindakan tersebut sama saja dengan pembersihan etnis dan ilegal menurut hukum internasional.
Warga Gaza juga dengan cepat mengecam skema tersebut dan bersumpah tidak akan pernah meninggalkan reruntuhan rumah mereka.