JAKARTA - Penjabat (Pj) Gubernur Jakarta Teguh Setyabudi membantah penerbitan Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 2 Tahun 2025 mengizinkan poligami. Dia menyebut beleid ini bertujuan melindungi keluarga dengan memperketat aturan pernikahan maupun perceraian di lingkungan aparatur sipil negara (ASN).
“Kami justru ingin melindungi keluarga ASN dengan cara memperketat perkawinan dan perceraian bagi ASN. Ini kemudian juga ada beberapa kriterianya,” kata Teguh kepada wartawan di kawasan Ancol, Jakarta Utara yang dikutip Sabtu, 18 Januari.
“Memang kita ingin agar perkawinan, perceraian yang dilakukan oleh ASN di DKI Jakarta itu bisa benar-benar terlaporkan sehingga itu nanti juga untuk kebaikan. Termasuk juga adalah bagaimana kita melindungi keluarga itu kalau ada perceraian,” sambung dia.
Lagipula, ada beberapa aturan bagi ASN Pemprov Jakarta yang ingin poligami. Di antaranya adalah harus ada persetujuan pejabat berwenang dan istri; berpenghasilan cukup hingga harus ada penetapan dari pengadilan.
“Yang diviralkan adalah seakan-akan kami itu mengizinkan poligami. Sama sekali tidak ada dalam semangat kami. Semangat kami adalah melindungi,” tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pergub Nomor 2 Tahun 2025 ini menggantikan Keputusan Gubernur Nomor 2799/2004 yang tak lagi berlaku. Ada delapan bab dengan ruang lingkup peraturan mengenai pelaporan perkawinan, izin beristri lebih dari seorang atau poligami, izin atau keterangan perceraian, tim pertimbangan, hak atas penghasilan, dan pendelegasian wewenang dan pemberi kuasa.
Dalam Bab II, disebutkan pegawai ASN yang telah melangsungkan perkawinan wajib melaporkannya paling lama satu tahun sejak perkawinan dilangsungkan.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban pelaporan perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," tulis Pasal 3 ayat (3) Pergub Nomor 2 Tahun 2025, dikutip pada Jumat, 17 Januari.
Pergub ini memuat aturan yang membolehkan ASN poligami. Dalam Pasal 4 ayat (1), dinyatakan pegawai ASN pria pria yang akan beristri lebih dari seorang, wajib memperoleh izin dari pejabat yang berwenang sebelum melangsungkan perkawinan.
"Pegawai ASN yang tidak melakukan kewajiban memperoleh izin dari Pejabat yang Berwenang sebelum melangsungkan Perkawinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dijatuhi salah satu jenis hukuman disiplin berat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," sebut Pasal 4 ayat (2).
Masih dalam pergub, diuraikan izin beristri lebih dari seorang dapat diberikan kepada ASN pria apabila memenuhi persyaratan. Syarat tersebut seperti istri tidak dapat menjalankan kewajibannya, istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan, istri tidak dapat melahirkan keturunan setelah 10 tahun perkawinan, mendapat persetujuan istri atau para istri secara tertulis, mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai para istri dan para anak, sanggup berlaku adil terhadap para istri dan para anak, tidak mengganggu tugas kedinasan; dan memiliki putusan pengadilan mengenai izin beristri lebih dari seorang.
Sementara, izin beristri lebih dari seorang tidak dapat diberikan apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut pegawai ASN yang bersangkutan, tidak memenuhi persyaratan, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat, dan/atau mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
BACA JUGA:
Selanjutnya, pergub juga memuat ketentuan soal izin perceraian bagi ASN Pemprov DKI. Dalam Pasal 10, pegawai ASN yang akan melakukan perceraian sebagai penggugat wajib memperoleh izin perceraian dari pejabat yang Berwenang.
"Pegawai ASN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang mendaftarkan gugatan perceraiannya ke pengadilan, sebelum memperoleh keputusan pemberian izin perceraian," ungkap Pasal 10 ayat (3).
Lalu dalam Pasal 11, terdapat alasan yang harus dipenuhi untuk mengajukan permintaan izin perceraian, yaitu salah satu pihak berbuat zina; salah satu pihak menjadi pemabuk, pemadat, atau penjudi yang sukar disembuhkan; salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain di luar kemampuan/kemauannya; salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 tahun atau hukuman yang lebih berat secara terus-menerus setelah Perkawinan berlangsung; salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; atau antara suami dan istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
Pada Pasal 12, disebutkan bahwa izin perceraian dapat ditolak apabila bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai ASN bersangkutan, tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, alasan perceraian yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau alasan istri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.