JAKARTA - Dokter Spesialis Telinga, Hidung dan Tenggorokan (THT) Harim Priyono dari FKUI menilai, Indonesia layak menjadi rujukan kesehatan di Asia terkait operasi pemasangan implan koklea pada anak berkat kelengkapan teknologi medis di rumah sakit.
Dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu, Harim menyebutkan bahwa Indonesia punya rumah sakit milik pemerintah maupun swasta dengan peralatan berkualitas tinggi yang diakui dunia, bahkan Singapura mengakui keandalan itu.
"Alat-alat kita sudah lengkap dan berkualitas tinggi di kelasnya Indonesia siap sebagai center of excellence dan kami ingin menjadi pusat rujukan penyakit gangguan telinga itu," kata dilansir ANTARA, Minggu, 12 Januari.
Dengan potensi besar ini, lanjut Harim, Indonesia dapat semakin dikenal sebagai pusat rujukan operasi implan koklea di Asia.
Menurut dia, dukungan pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan, dan peningkatan kapasitas terapis yang terus digiatkan dapat membantu lebih banyak anak mendapatkan pendengaran mereka kembali.
"Kemampuan dokter Indonesia dalam melakukan operasi implan koklea sangat kompetitif. Poliklinik THT RS Mitra Keluarga Kelapa Gading misalnya yang mampu melakukan proses pemasangan implan hanya dalam waktu 45 menit per pasien dan lebih dari 20 anak dalam sebulan tertangani," kata dia.
"Implan koklea merupakan alat bantu dengar yang ditanam melalui tindakan operasi. Berbeda dengan alat bantu dengar konvensional yang hanya mengeraskan suara, implan koklea menggantikan fungsi koklea (rumah siput) untuk mengubah suara menjadi energi listrik yang langsung merangsang saraf pendengaran," katanya.
Dia menjelaskan, gangguan pendengaran sering terjadi pada anak-anak, dengan salah satu penyebab utamanya adalah infeksi telinga tengah atau otitis media.
"Infeksi ini sering kali disebabkan oleh bakteri yang berkembang dari virus, terutama pada anak-anak. Sekitar 90 persen anak-anak pernah mengalami otitis media," ujar dia.
BACA JUGA:
Selain infeksi, kata dia, gangguan pendengaran juga bisa disebabkan oleh penyakit kronis seperti diabetes dan hipertensi, serta faktor-faktor lain seperti penumpukan kotoran telinga.
"Penting untuk diingat bahwa membersihkan telinga tidak boleh sembarangan dan jangan menggunakan cotton bud. Sebaiknya periksa ke dokter THT minimal enam bulan sekali," katanya.