JAKARTA - Parlemen Georgia mengesahkan undang-undang yang melarang pengunjuk rasa menutupi wajah mereka dengan sebo dan melarang kembang api dan laser dalam demonstrasi menyusul bentrokan antara polisi dan warga sipil pada protes pro-Uni Eropa.
Dilansir Reuters, Jumat, 13 Desember Undang-Undang yang mengatur denda sebesar 2.000 lari (720 dollar AS atau setara Rp11,5 juta) bagi pelanggar, disahkan dengan suara bulat, kata kantor berita Interpress dilansir Reuters, Jumat, 13 Desember.
Anggota parlemen juga menyetujui kenaikan denda karena merusak bangunan dan memblokir lalu lintas. Hukuman bagi pengorganisasian pemblokiran jalan dikenakan denda hingga 15.000 lari (5.400 dollar AS).
Lebih dari 400 orang telah ditangkap sejak protes dimulai pada akhir November setelah pemerintah mengumumkan akan menunda upaya negara Kaukasus Selatan untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Keputusan tersebut membuat marah banyak orang di Georgia, yang merupakan negara yang populer dengan gagasan bergabung dengan Uni Eropa.
Lebih dari 100 diplomat menandatangani surat terbuka sebagai protes dan beberapa duta besar mengundurkan diri dari jabatannya.
Banyak pengunjuk rasa memakai masker gas dan penutup wajah agar tidak dikenali. Sementara polisi di ibu kota Tbilisi menggunakan meriam air dan gas air mata untuk melawan perusuh.
BACA JUGA:
Beberapa orang melemparkan kembang api ke arah polisi. Yang lain menggunakan laser untuk mencoba menyilaukan polisi dan kamera CCTV di luar gedung parlemen di jalan raya utama Tbilisi.
Puluhan orang, termasuk petugas polisi, terluka. Sekitar 30 orang menghadapi tuntutan pidana, dan dua pemimpin oposisi pro-UE berada di balik jeruji besi.
Duta Besar Uni Eropa untuk Georgia mengatakan pekan ini perlakuan polisi terhadap demonstran tidak dapat diterima dan dapat memicu sanksi dari Brussels.
Perdana Menteri Irakli Kobakhidze membela respons polisi dan kementerian dalam negeri mengatakan lebih dari 150 personel penegak hukum terluka.