JAKARTA - Pasukan Garda Revolusi Iran (IRGC) menjadi yang unit tentara Teheran yang terakhir angkat kaki dari Suriah, kata komandan pasukan elite tersebut, mengatakan Iran telah melakukan semua yang mereka bisa untuk membantu Damaskus.
Itu disampaikan Mayjen Hossein Salami pada Hari Kamis, menunjukkan perkembangan politik dan militer terkini di Suriah yang berpuncak pada jatuhnya pemerintahan Presiden Bashar al-Assad usai serangan kelompok militan bersenjata yang dipimpin oleh Hayat Tahrir al-Sham (HTS).
"Beberapa pihak mengharapkan kami untuk pergi dan berperang menggantikan tentara Suriah. Apakah masuk akal bagi kami untuk melibatkan seluruh Garda Revolusi dan Basij (pasukan sukarelawan) dalam pertempuran di negara lain, sementara tentara negara itu hanya menonton?," tanya Mayjen Salami, dikutip dari Tasnim News Agency 13 Desember.
"Di sisi lain, semua jalan bagi kami untuk mencapai Suriah ditutup. Iran benar-benar berusaha siang dan malam untuk melakukan apa pun yang dapat dilakukannya guna membantu," katanya.
Menekankan Iran memperhitungkan realitas di lapangan di Suriah dan bertindak berdasarkan fakta, kepala IRGC mengatakan, "Tentu saja, saya dengan bangga memberi tahu Anda, orang terakhir yang meninggalkan garis perlawanan di Suriah adalah pasukan IRGC dan orang terakhir yang meninggalkan medan perang adalah seorang prajurit IRGC."
Lebih jauh ia menerangkan, strategi harus berubah sesuai dengan keadaan, seraya menambahkan, "Kita tidak dapat menyelesaikan banyak masalah global dan regional dengan strategi yang tetap dan tidak berubah."
Dalam kesempatan tersebut Komandan IRGC juga menolak laporan berkurangnya pengaruh strategis Teheran di kawasan, seiring dengan tumbangnya Assad dan serangan gencar Israel di garis depan.
"Kita memiliki logika politik yang kuat untuk berjuang dan menikmati legitimasi yang meyakinkan untuk membela (negara kita)," jelasnya.
"Kita memiliki negara yang hebat untuk melawan (para penindas). Kita memiliki pemimpin yang hebat untuk memberikan bimbingan dan inspirasi. Kita memiliki angkatan bersenjata yang kuat. Jika kita dilemahkan, kita tidak akan melakukan operasi True Promise," tekannya.
Salami menggarisbawahi, Suriah adalah satu-satunya negara yang tidak tunduk pada kesepakatan kompromi atau normalisasi, selalu berada dalam kondisi konfrontasi, pertahanan, perlawanan dalam menghadapi Amerika Serikat dan rezim Israel.
SEE ALSO:
Ditambahkannya, IRGC sebelumnya telah menyadari rencana para militan bersenjata di Suriah dan memperingatkan pemerintah Damaskus tentang rencana tersebut.
"Tetapi, karena keinginan untuk berubah, berjuang dan ketahanan dalam arti sebenarnya tidak ada, sayangnya Anda melihat apa yang terjadi di sana," jelasnya.
Diketahui, Iran mempertahankan misi penasihat di Suriah atas permintaan Damaskus dengan tujuan membantu negara Arab yang dilanda perang itu menyingkirkan militan yang didukung asing.
Pada tahun 2017, bantuan penasihat Iran membantu Suriah mengalahkan kelompok teroris ISIS.