Bagikan:

JAKARTA - Kim Yong-hyun, mantan menteri pertahanan dan orang kepercayaan dekat Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol, menjadi pejabat pertama yang ditangkap atas deklarasi darurat militer Yoon.

Kim berusaha bunuh diri saat berada dalam tahanan, kata para pejabat pada Rabu, 11 Desember

SIAPA KIM YONG-HYUN?

Diulas Reuters, Kim lahir pada tahun 1959 di kota pesisir tenggara Masan. Ia bergabung dengan Akademi Militer Korea, yang mendidik dan melatih taruna angkatan darat pada tahun 1978.

Kim mengambil berbagai peran penting termasuk komandan pertahanan ibu kota dan kepala operasi di Kepala Staf Gabungan sebelum pensiun pada tahun 2017 sebagai jenderal bintang tiga.

Di bawah kepemimpinan Presiden Korsel Yoon, Kim menjabat sebagai menteri pertama layanan keamanan presiden hingga ia diangkat menjadi menteri pertahanan pada September lalu.

Kim telah menunjukkan pandangan garis keras mengenai Korea Utara dan masalah keamanan umum.

Dalam pidato pertamanya sebagai kepala pertahanan, dia mengigatkan rezim pemimpin Korea Utara Kim Jong Un akan membayar “harga yang sangat mahal” dan pada akhirnya akan berakhir jika rezim tersebut melakukan provokasi.

APA HUBUNGANNYA DENGAN YOON?

Ketika Presiden Korsel Yoon mencalonkan Kim menjadi menteri pertahanan Agustus lalu, kepala stafnya mendeskripsikan Kim sebagai orang yang "memahami niat panglima tertinggi lebih baik dari siapa pun".

Kim bersekolah di Sekolah Menengah Chungam di Seoul, juga dihadiri oleh Yoon, yang telah membantu mereka membangun hubungan baik dan akhirnya meletakkan dasar bagi apa yang oleh anggota parlemen oposisi disebut sebagai faksi Chungam – lingkaran kepercayaan terdekat Yoon – yang juga termasuk menteri dalam negeri Lee Sang yang sekarang sudah mengundurkan diri dankomandan kontra-intelijen pertahanan Yeo In-hyeong.

Kim, bersama Lee, merupakan pejabat terlama sejak Yoon menjabat pada Mei 2022.

PERAN APA YANG DIA MAINKAN?

Reuters melaporkan, pada rapat kabinet yang tidak direncanakan yang diadakan Yoon beberapa menit sebelum deklarasi pada 3 Desember, Kim merekomendasikan pemberlakuan darurat militer, kata Lee dan pejabat lainnya kepada parlemen.

Komandan Perang Khusus militer Kwak Jong-geun juga bersaksi, Kim pada 1 Desember memerintahkan pengerahan pasukan untuk “menguasai” enam lokasi – parlemen, markas besar oposisi utama Partai Demokrat, tiga kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional dan perusahaan jajak pendapat yang dijalankan oleh YouTuber sayap kiri.

Tindakan Kim merupakan kebalikan dari penolakannya terhadap tuduhan pihak oposisi pada September, soal persaudaraan Chungam telah merencanakan darurat militer. Kim saat itu menyebutnya sebagai "propaganda politik palsu”.