Bagikan:

JAKARTA - KAI Commuter berkomitmen untuk menindak tegas dan tidak mentolerir pelaku tindak kriminal dan tindak asusila, yang terjadi di dalam Commuter Line atau KRL. Sebagai upaya pencegahan kejadian itu terulang, kini KAI Commuter melakukan blacklist.

VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus menjelaskan blacklist dilakukan terhadap pelaku dengan memasukkan rekaman atau sketsa wajah mereka ke dalam sistem CCTV Analytic untuk mencegah para pelaku menggunakan Commuter Line.

“Langkah ini juga diterapkan pada pelaku tindak asusila yang terjadi di Stasiun Pondok Ranji pada Kamis, 20 November 2024,” tuturnya dalam keterangan resmi, Sabtu, 30 November.

Berdasarkan laporan dari korban, sambung Joni, pelaku yang berada di dalam Commuter Line Rangkasbitung No. 1665 relasi Parung Panjang-Tanah Abang, diturunkan di stasiun dan dibawa ke Pos Pengamanan untuk pemeriksaan lebih lanjut.

Joni juga bilang petugas KAI Commuter segera melakukan proses memasukan sketsa wajah pelaku ke dalam database sistem CCTV Analytic.

“Dengan proses ini, sistem akan menganalisis rekaman wajah atau data lainnya untuk memverifikasi identitas pelaku dan memberikan notifikasi kepada petugas pengamanan, baik di stasiun maupun di dalam kereta, jika pelaku berusaha kembali naik ke Commuter Line,” ujarnya.

Joni menjelaskan sistem CCTV Analytic ini merupakan inovasi dari KAI Commuter untuk menjaga keamanan dan kenyamanan pengguna. Sistem ini dapat merekam wajah seluruh pengguna yang masuk ke stasiun dan mengubahnya menjadi database untuk identifikasi lebih lanjut.

“KAI Commuter telah mengoperasikan sistem ini di seluruh stasiun Commuter Line di wilayah Jabodetabek dan Yogyakarta,” jelasnya.

Tidak hanya teknologi yang selalu ter-upgrade, KAI Commuter juga melakukan sosialisasi ‘Anti Pelecehan dan Kekerasan Seksual’ secara reguler berkolaborasi dengan stakeholders di antaranya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), Lembaga Kalyanamitra, influencer dan komunitas di seluruh wilayah operası KAI Commuter.

“Sosialisasi ini bertujuan untuk mengajak para pengguna commuter line untuk berani Speak Up, apabila melihat atau mengalami tindak pelecehan seksual. Segera Laporkan ke petugas dan kami siap membantu,” tuturnya.

Selain itu, KAI Commuter juga telah memiliki Standard Operation Procedure (SOP) untuk penanganan tindak kriminal dan tindakan asusila baik yang terjadi di dalam kereta ataupun di Stasiun.

“Kami juga berkerja sama dengan pihak kepolisian sebagai tindak lanjut,” kata Joni.

Berdasarkan data yang dihimpun untuk tindakan pelecehan seksual pada tahun ini, dari Januari hingga Oktober terdapat 57 kasus baik dari laporan langsung ataupun melalui media sosial. Dari jumlah itu, 50 di antaranya dilanjutkan ke kepolisian.

Selebihnya korban memilih berdamai karena berbagai pertimbangan. Meski begitu, KAI Commuter tetap memberikan sanksi kepada pelaku berupa larangan menggunakan layanan Commuter Line selamanya.

“Sepanjang korban bersedia membuat laporan maka kami dari KAI Commuter memastikan akan memberikan support dan pendampingan. Namun, sebagian dari korban memilih damai karena alasan waktu dan kesibukan pekerjaan atau pendidikan,” tuturnya.

Dari sisi keberpihakan terhadap korban, KAI Commuter berkomitmen untuk mendampingi dan mendukung secara penuh. Selain mendampingi korban untuk membuat laporan ke kepolisian, juga membantu dengan menggandeng lembaga berkompeten untuk mendapatkan trauma healing agar korban bisa mendapatkan pemulihan pasca kejadian.

“Kami memberi tindakan tegas kepada pelaku dan berpihak kepada korban. Jadi, kalaupun korban memilih damai pun, kami tetap mengambil langkah diperlukan. Di antaranya, seluruh identitas pelaku kami masukkan ke dalam data base CCTV Analytic sehingga pelaku yang sudah terdata ini tidak akan pernah dapat masuk ke dalam stasiun atau menggunakan kereta,” ucap Joni.

“Jika di antara pelaku ini tetap memaksa masuk, kami pastikan akan tertangkap karena teknologi CCTV Analytic ini mampu mendeteksi wajah meskipun tertutup masker,” sambungnya.