JAKARTA - Fenomena kemenangan kotak kosong di Pilkada Pangkalpinang 2024 menjadi sorotan. Dalam hitung cepat kotak kosong unggul melawan calon tunggal yang diusung PDIP, Maulan Aklil-Masagus M Hakim, dengan raihan suara mencapai 60 persen.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Andriadi Achmad menilai ada beberapa faktor penyebab kalahnya petahana melawan kotak kosong. Pertama, pesan ketidakpuasan publik.
"Ketika petahana yang sudah dikenal masyarakat kalah dari kotak kosong, ini menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang cukup tinggi terhadap kinerja, kebijakan, atau gaya kepemimpinan calon tersebut selama menjabat. Masyarakat mungkin merasa tidak ada perbaikan yang signifikan, atau ada isu-isu yang tidak terselesaikan dengan baik," ujar Andriadi kepada VOI, Jumat, 29 November.
Kedua, minimnya alternatif pilihan. Dalam konteks ini, menurut Andriadi, hanya tersedianya satu pasangan calon (paslon) membuat masyarakat tidak bisa memilih calon lain.
"Ini bisa disebabkan oleh dominasi partai-partai politik yang mengusung petahana atau adanya kendala bagi calon independen atau oposisi untuk maju," katanya.
Ketiga, protes lewat kotak kosong. Andriadi menyebut, kemenangan kotak kosong bukan sekadar 'tidak memilih' pasangan calon, melainkan bentuk protes aktif dari masyarakat.
"Pemilih yang memilih kotak kosong ingin menyampaikan pesan bahwa calon tunggal tersebut dianggap tidak cukup layak atau tidak mewakili aspirasi masyarakat," sebutnya.
Keempat, evaluasi kinerja petahana. Menurut Andriadi, hasil ini menjadi kritik langsung terhadap Maulan Aklil sebagai petahana. Kendati sebelumnya ia mungkin memiliki program unggulan, angka 60 persen untuk kotak kosong menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat mengharapkan pemimpin baru yang bisa membawa perubahan lebih signifikan.
Kelima, efek terhadap demokrasi lokal. Andriadi mengatakan, kemenangan kotak kosong memaksa Pilkada untuk dilakukan diulang, yang artinya akan membuka kesempatan bagi calon-calon lain untuk maju.
"Ini memberikan ruang untuk memperbaiki proses seleksi dan memperluas kompetisi. Namun, pengulangan Pilkada juga berpotensi membebani anggaran dan memperlambat pembangunan di daerah tersebut," katanya.
Karena itu, Andriadi menilai ada beberapa rekomendasi untuk pelaksanaan pilkada ke depan. Yakni, perbaikan sistem pemilihan dengan memperketat regulasi mengenai calon tunggal untuk mencegah dominasi satu kubu politik.
"Memberikan insentif bagi kandidat independen atau partai kecil untuk berpartisipasi," ucapnya.
BACA JUGA:
Selain itu, lanjutnya, meningkatkan keterlibatan masyarakat. Menurut Andriadi, edukasi politik harus ditingkatkan agar masyarakat dapat memilih dengan lebih bijak.
"Mendengarkan aspirasi masyarakat secara konsisten selama masa jabatan dapat membantu mencegah ketidakpuasan besar seperti ini," tuturnya.
Kemudian, reformasi partai politik. Andriadi menilai, partai-partai pengusung harus mengevaluasi mengapa tokoh yang mereka usung tidak mendapatkan kepercayaan masyarakat, terutama dalam konteks dominasi politik yang memunculkan calon tunggal.
"Kemenangan kotak kosong di Pangkalpinang menjadi pelajaran berharga dalam demokrasi Indonesia. Hal ini mengingatkan bahwa keterwakilan masyarakat adalah elemen utama dalam demokrasi," kata Andriadi.
"Jika calon yang ada dianggap tidak layak, masyarakat tetap memiliki kekuatan untuk menunjukkan suara mereka melalui kotak kosong," pungkasnya.