Bagikan:

JAKARTA - Pengungsi Rohingya tidak datang ke Indonesia untuk mengeksploitasi Indonesia atau keramahan masyarakat Indonesia, sebaliknya mereka orang-orang tangguh yang jika dikaryakan akan berkontribusi besar kepada masyarakat, kata UNHCR.

"Mereka datang karena keputusasaan yang disebabkan oleh meningkatnya kasus pembunuhan, penculikan dan situasi berbahaya di tempat mereka tinggal sebelumnya," kata Juru bicara UNHCR Indonesia Mitra Salima mengutip Antara.

Menurut Mitra, pengungsi Rohingya sudah mengetahui dan selalu diingatkan oleh UNHCR bahwa mereka adalah tamu di Indonesia sehingga wajib mengikuti hukum dan adat istiadat yang berlaku di Indonesia.

Semua negara, termasuk Indonesia, mengakui bahwa mencari suaka adalah hak asasi manusia dan negara wajib memberikan perlindungan kepada pengungsi, termasuk pengungsi Rohingya, kata Mitra.

Di Indonesia, lanjut Mitra, Undang-Undang Dasar Negara Tahun 1945 dan Peraturan Presiden Nomor 125 tahun 2016 mengatur penerimaan dan penanganan pengungsi di dalam negeri.

Mitra juga menjelaskan keberadaan UNHCR di Indonesia adalah membantu pemerintah menangani masalah pengungsi dan membantu mencari solusi bagi pengungsi.

Selama pengungsi tinggal di Indonesia untuk sementara waktu hingga solusi jangka panjang ditemukan bagi mereka, UNHCR berkoordinasi dengan pihak berwenang dan bekerja sama dengan mitra kerja, donor serta pemangku kepentingan lain, untuk memastikan kebutuhan pengungsi terpenuhi dan hidup bermartabat, kata Mitra.

Mitra menegaskan pengungsi Rohingya sebenarnya orang-orang yang tangguh yang jika diberi kesempatan, pasti ingin berkontribusi kepada masyarakat di mana mereka tinggal saat itu.

"UNHCR dan para mitra kerja berupaya mendukung masyarakat setempat yang menampung pengungsi Rohingya melalui aktivitas penguatan masyarakat. Kami juga melibatkan masyarakat setempat dalam menangani pengungsi", kata Mitra.

Dia mengungkapkan bahwa lebih dari 70 persen pengungsi Rohingya yang mendarat di Indonesia selama sebulan terakhir adalah perempuan dan anak-anak.

Menurut data UNHCR, mayoritas pengungsi Rohingya menyelamatkan diri dan diberi status pengungsi seperti 960.000 orang lebih di Bangladesh, 107.000 orang di Malaysia dan 22.000 orang di India.

2022 menjadi salah satu tahun paling mematikan dalam sejarah pergerakan maritim pengungsi Rohingya di Asia Tenggara, dengan 348 orang, termasuk anak-anak, tewas atau hilang secara tragis.

Selama puluhan tahun warga Rohingya mengalami penderitaan ekstrem di Myanmar.

Mereka tidak mendapatkan status kewarganegaraan dan tidak dibolehkan mengakses layanan kesehatan, pendidikan dan kesempatan kerja. Kehidupan mereka dibatasi dalam kamp dan desa serta, selain menjadi sasaran kekerasan ekstrem.

Mitra menegaskan pengungsi Rohingya sebenarnya tidak ingin meninggalkan Myanmar.

"Kebanyakan pengungsi Rohingya mengaku kepada UNHCR bahwa mereka berharap bisa pulang ke Myanmar jika kondisinya memungkinkan," pungkas Mitra.