Menerima WNI Peserta Observasi Natuna di Antara Kita
WNI peserta observasi Natuna (Tachta Citra Elfira/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Dua pekan masa karantina sudah dilalui 238 warga Indonesia yang dipulangkan dari Wuhan, China, terkait penyebaran keberadaan virus corona (COVID-19). Dari hasil observasi, tak ada di antara ratusan orang itu yang terjangkit virus berbahaya tersebut. Mereka pun dipulangkan ke daerah masing-masing.

Pemulangan mereka berlangsung Sabtu 15 Februari. Dengan menumpang dua pesawat Boeing 737 dan satu unit pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara, ratusan peserta observasi akan ke Jakarta, sebelum benar-benar dipulangkan.

Melalui telekonferensi, Sekretaris Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Achmad Yurianto mengatakan, ratusan peserta observasi mesti menjalani pemeriksaan medis terakhir sebelum diantar ke daerah masing-masing.

"Artinya hari Sabtu pagi adalah pengecekan terakhir dan setelah itu kita siapkan mereka untuk persiapan kembali ke Jakarta," ucap Yurianto di Jakarta, Kamis, 13 Februari.

Setibanya di Jakarta, para peserta observasi akan diserahkan kepada pemerintah daerah masing-masing. Selain itu, dengan dipulangkannya mereka, diharapkan seluruh masyarakat luas agar tidak khawatir dengan isu-isu yang berkembang dan bisa menerima para peserta observasi.

WNI peserta observasi Natuna (Twitter/@bnpb)

Untuk meredam ketakutan dan kekhawatiran masyarakat, pemerintah melakukan upaya guna meyakinkan jika para peserta obersevasi bukanlah sumber penyebaran virus Corona. "Saat sampai di Halim, harapan kita mereka (pemda) sudah ada di sana dan langsung menjemput," kata Yuri.

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menuturkan, pihaknya membekali para peserta obeservasi dengan sertifikat guna membuktikan status kesehatannya yang tak terjangkit virus berbahaya tersebut.

Sehingga, masyarakat yang bertempat tinggal dengan mereka tak perlu takut untuk bersosialisasi. "Seluruh WNI tersebut juga telah dilengkapi dengan hasil sertifikasi kesehatan dari hasil pemeriksaan oleh pemerintah. Mereka juga mendapatkan pemantauan selama masa observasi itu," jelas Terawan.

Meredam khawatir

Kekhawatiran masyarakat dengan pemulangan para peserta observasi dianggap hal yang lumrah. Pakar sosiologi, Bayu A. Yulianto, meminta agar pemerintah secara berkala melakukan langkah-langkah yang dapat meyakinkan dan mengubah persepsi mayarakat terhadap ratusan WNI tersebut.

"Kemungkinan tetap akan ada (respons negatif dari masyarakat), apalagi ketika tidak semua warga terinformasi dengan baik (soal virus corona). Makanya, peran pemerintah penting, terutama pascakarantina, apa saja yang akan mereka kerjakan atau siapkan," ucapnya kepada VOI saat dihubungi, Minggu, 16 Februari.

Selain itu, dikatakan, pemerintah khususnya di tingkat daerah harus terus menyampaikan segala bentuk informasi-informasi yang berkaitan dengan virus corona kepada masyarakat. Sehingga, dengan adanya informasi tersebut, kekhawatiran masyarakat pun akan hilang seiring berjalannya waktu. Terlebih, masyarakat Indonesia pun dikenal memiliki rasa empati yang sangat tinggi.

Salah seorang keluarga menunjukkan foto peserta observasi (Tachta Citra Elfira/VOI)

"Masyarakat kita relatif memiliki empati kemanusiaan yang tinggi terhadap kesulitan-kesulitan semacam ini. Apalagi jika pemerintah bisa meyakinkan masyarakat, bahwa kesiapan negara dalam menghadapi ancaman ini telah terencana dengan baik," kata Bayu.

Sekadar informasi, Sebagai informasi, berdasarkan data yang ada, 238 orang warga Indonesia yang kini akan dipulangkan tersebar di 29 provinsi, yaitu: Aceh 13 Orang, Bali 2 orang, Bangka Belitung 1 orang, Banten 5 orang. Kemudian, Bengkulu dan DIY 2 orang, Gorontalo 1 orang. Dilanjutkan DKI Jakarta 16 orang, Jambi 4 orang, Jawa Barat 9 orang, Jawa Tengah 10 orang, Jawa Timur 65 orang, Kalimantan Barat 4 orang, Kalimantan Timur 15 orang, Kalimantan Selatan 8 orang, Kalimantan Utara 19 orang.

Lalu ada di Kalimantan Tengah 4 orang, Kepulauan Riau 2 orang, Lampung 1 orang, NTB 4 orang, Papua 5 orang, Papua Barat 9 orang, Riau 6 orang. Dilanjutkan di Sulawesi Barat 2 orang, Sulawesi Selatan 16 orang, Sulawesi Tengah 2 orang, Sulawesi Tenggara 4 orang, Sumatera Utara 4 orang, dan Sumatera Barat 1 orang.