PONOROGO - Ratusan korban tanah gerak yang terdiri atas 43 keluarga di Desa Tumpuk, Ponorogo, Jawa Timur sampai saat ini masih bertahan di pengungsian, karena tempat tinggal mereka sudah tidak layak huni, sementara janji relokasi belum bisa direalisasikan dalam waktu dekat.
"Terpaksa bertahan di pengungsian, sampai hunian baru untuk relokasi selesai dibangun dan siap ditempati," kata Kabid Kedaruratan dan Logistik BPBD Ponorogo Surono dilansir ANTARA, Rabu, 12 April.
Pihaknya telah meminta para pengungsi untuk bersabar. Kendati hingga Lebaran tahun ini harus dilalui di posko pengungsian sementara di TK Dharma Wanita Desa Tumpuk, Kecamatan Sawoo.
Surono memastikan Pemkab Ponorogo terus mengupayakan percepatan program relokasi tersebut, dengan menyelesaikan proses administrasi yang diperlukan.
Mulai ke pihak Perhutani, Gubernur Jawa Timur hingga lampiran surat rekomendasi yang diterbitkan oleh Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Bandung.
"Sebenarnya koordinasi relokasi ini sudah clear, hanya saja surat dari Perhutani belum keluar. Setelah itu, disposisi gubernur baru disiapkan lahannya," katanya.
Dia memperkirakan pengungsi masih akan bertahan di tenda-tenda pengungsian sekitar dua bulan. Selama itu, proses administrasi ke lintas pemangku kepentingan itu diharapkan sudah rampung dan tahap pembangunan hunian baru bisa secepatnya dikerjakan.
"Sekali lagi, kami berharap warga yang mengungsi ini untuk bersabar, karena akan berlebaran di pengungsian. Insya Allah mereka menerima," ujarnya.
Sebelumnya Pemerintah Kabupaten Ponorogo memilih petak Lunggur Mojo milik Perhutani sebagai lokasi pembangunan huntara yang berjarak dua kilometer dari lokasi tanah retak.
Pemilihan lokasi tersebut setelah mempertimbangkan aspek keselamatan serta akses jalan di tanah seluas 4 ribu meter persegi tersebut.
"Nominalnya sekitar Rp2,1 miliar oleh provinsi, akan dibangun 43 unit rumah berukuran 5x7 meter," kata Surono.