SURABAYA - Tendesi penurunan angka stunting secara nasional menjadi 24, 4 persen di tahun 2021 setelah sebelumnya di 2019 sempat menyentuh angka 27,7 persen adalah suatu hal yang harus disyukuri di tengah masih berkecamuknya pandemi Covid-19.
Diharapkan, di tahun. 2023 nanti trend penurunan angka stunting bisa berada di angka 16 persen dan akhirnya di tahun 2024 nanti bisa menurun lagi menjadi 14 persen. Target nasional angka stunting tersebut, tidak saja menjadi target dan cita-cita Presiden Joko Widodo saja tetapi menjadi tekad semua pemangku kepentingan, termasuk di Jawa Timur.
Bagaimana dengan kondisi stunting di Jawa Timur? Jawa Timur merupakan salah satu dari 12 provinsi prioritas yang memiliki prevalensi stunting tertinggi di tanah air di 2022 ini. Yang menjadi “pekerjaan rumah atau PR” untuk Jawa Timur berdasar Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021 adalah bercokolnya empat kabupaten di kategori “merah”. Ke empatnya adalah Bangkalan, Pamekasan, Bondowoso serta Lumajang. Penyematan status merah ini karena prevalensinya di atas 30 persen.
BACA JUGA:
18 kabupaten dan kota yang berstatus “kuning” dengan prevalensi 20 hingga 30 persen, diantaranya Sumenep, Kota Surabaya, Kabupaten Malang, Kota Malang serta Nganjuk
Sementara 15 kabupaten berkategori hijau dengan prevalensi 10 sampai 20 persen seperti ; Ponorogo, Kabupaten Probolinggo, Trenggalek, dan Kota Batu.
Hanya ada satu daerah berstatus biru yakni Kota Mojokerto dengan pevalensi di bawah 10 persen, tepatnya 6,9 persen.
“Jawa Timur menjadi kontributor utama dari penurunan stunting secara nasional jika semua kalangan bertekad dan berjuang bersama-sama untuk mengatasi persoalan yang masih kita temui di lingkungan kita. Saya yakin Jawa Timur bisa karena pemerintah pusat secara serius menangani persoalan stunting dari sektor hulu hingga hilir. Peran pemerintah daerah, mulai dari tingkat provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan, kelurahan hingga desa harus kita gerakkan untuk menurunkan angka stunting di masyarakat,”urai Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K).
BACA JUGA:
Untuk lebih memperkuat koordinasi dan kesepahaman tentang mekanisme tata kerja, pemantauan, pelaporan, evaluasi dan skenario pendanaan stunting di daerah, BKKBN yang diberi tugas Presiden Jokowi sebagai “pengendali” pencegahan stunting di tanah air menggelar sosialisasi Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting Indonesia (RAN PASTI) di Surabaya pada hari ini (Rabu, 2 Maret 2022).
BKKBN dengan 200.000 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari unsur Bidan, PKK dan Kader KB atau kader pembangunan lainnya telah ada di Desa. Dengan demikian jumlah ini setara dengan 600.000 orang. Mereka akan dilatih dan mendampingi Calon Pengantin/Calon Pasangan Usia Subur, Ibu hamil, Ibu dalam masa interval kehamilan, serta anak usia 0 - 59 bulan.
Sosialisasi RAN PASTI ini menjadi penting mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, serta pemangku kepentingan lainnya
Acara sosialisasi ini menjadi strategis Indikator penurunan stunting akan menjadi salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam menyejahterakan warganya dan memacu kemajuan pembangunan daerah, mengingat BKKBN sedang memfinalisasi RAN PASTI dengan pendekatan keluarga berisiko stunting. Peran Tim Pendamping Keluarga di daerah-daerah begitu penting karena menjadi garda terdepan. RAN PASTI menjadi acuan dalam pelaksanaan percepatan penurunan stunting bagi kementerian dan lembaga, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, Pemerintah Desa, serta pemangku kepentingan lainnya.
Sosialisasi RAN PASTI ini menghadirkan Kepala BKKBN selaku Ketua Pelaksana Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Pusat serta para wakil ketua dari unsur Sekretariat Wakil Presiden, Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Bappenas, Kemendagri, serta Kemenkes.
Terhadap rencana pemerintah yang akan menjadikan indikator penurunan stunting sebagai salah satu parameter keberhasilan kepala daerah dalam menyejahterakan warganya, Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin menyambut positif hal tersebut. “Ada atau tidak ada penghargaan, sudah menjadi tugas pokok kepala daerah untuk selalu peduli dengan masalah kerakyatan termasuk penurunan stunting. Kami yang di Trenggalek terus bertekad untuk menurunkan angka stunting.
Posisi Trenggalek yang berkategori hijau di angka 18,1 persen dan menduduki urutan 212 dari 246 kabupaten/kota yang memiliki pevalensi tinggi menjadi lecutan untuk kami terus berkarya untuk kemasyarakatan,” tandas Gus Ipin, sapaan akrab Bupati Trenggalek itu.