JAKARTA - Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa mengingatkan jajarannya di Pusat Polisi Militer (Puspom) jangan sampai ada kesan TNI menghambat pemeriksaan saksi kasus pelanggaran HAM di Paniai, Papua yang diduga melibatkan prajurit.
Menurut Panglima, TNI pada kasus itu hanya perlu memastikan adanya kejelasan serah terima prajurit yang akan menjadi saksi dalam pemeriksaan kasus Paniai oleh Kejaksaan Agung.
“Yang penting serah terimanya jelas, sehingga jangan sampai ada kesan supaya pemeriksaan tidak berlama-lama, atau dibatasi, tidak bebas,” kata Panglima TNI saat rapat rutin bersama tim hukum TNI sebagaimana disiarkan di kanal Youtube Jenderal TNI Andika Perkasa, dikutip Antara, Selasa, 15 Februari.
Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Laksda TNI Nazali Lempo melaporkan adanya permintaan pemeriksaan prajurit TNI sebagai saksi dari penyidik kejaksaan.
Sejauh ini, penyidik telah meminta keterangan dari sejumlah warga sipil dan tujuh anggota Polri.
Untuk permintaan itu, Danpuspom kepada Panglima TNI menyampaikan pihaknya akan membahasnya lebih dulu.
Ia lanjut melaporkan pemeriksaan prajurit rencananya akan berlangsung di Kantor Puspom TNI, Jakarta. Walaupun demikian, Panglima menyampaikan TNI tidak perlu menentukan tempat pemeriksaan karena penyidikan dilakukan oleh kejaksaan.
“Mau diperiksa di mana saja monggo (silakan, Red.) karena penyidiknya mereka. Mau diperiksa di kejaksaan silakan. Dalam Undang-Undang Peradilan Militer, kita hanya (mengurus) perizinan,” ujar Panglima TNI.
Pelanggaran HAM berat terjadi di Paniai, Papua, pada 7-8 Desember 2014 menyebabkan lima warga sipil tewas dan 17 warga lainnya luka-luka. Kasus itu diyakini melibatkan sejumlah prajurit TNI.
Dalam insiden di Paniai, setidaknya empat pelajar tewas tertembak di lokasi unjuk rasa, sementara satu lainnya tewas setelah menjalani perawatan di rumah sakit.
BACA JUGA:
Lima pelajar yang tewas pada insiden Paniai, yaitu Otianus Gobai (18), Simon Degei (18), Yulian Yeimo (17), Abia Gobay (17), dan Alfius Youw (17).
Tidak hanya korban jiwa, 17 warga sipil juga mengalami luka-luka akibat bentrok antara massa unjuk rasa dan aparat keamanan gabungan dari TNI dan Polri.
Komnas HAM pada 2020 menetapkan insiden di Paniai sebagai pelanggaran HAM berat.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin selaku Penyidik Pelanggaran HAM yang Berat pada 2021 membentuk tim penyidik yang terdiri atas 22 jaksa senior.
Tim penyidik itu dipimpin oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus.