Hanura, Wiranto yang Memulai dan Mengakhiri
Konferensi pers Partai Hanura OSO (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Sosok Jendral TNI (Purn) Wiranto tidak dapat dilepaskan dari sejarah partai Hanura. Setelah pensiun dari dinas kemiliteran, Wiranto mulai terjun ke dunia politik dengan merintis pendirian Partai Hanura bersama para tokoh nasional lainnya.

Sebuah pertemuan di Jakarta pada tanggal 13 antara Wiranto dan para tokoh tersebut menghasilkan delapan kesepakatan penting yang. Kesepakatan tersebut kemudian menjadi bagian dalam sejarah partai Hanura, dan ditindak lanjuti dalam satu wadah parpol bernama Partai Hati Nurani Rakyat atau Hanura.

Partai ini dideklarasikan pada tanggal 21 Desember 2006 di Jakarta, dan tanggal pendiriannya tercantum 14 November 2006. Sejak pendiriannya melantik Wiranto sebagai Ketua Umum untuk masa jabatan hingga 2016.

Namun, saat Wiranto mendapat tugas dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebagai Menko Polhukam pada 2016, Partai Hanura mengadakan Munaslub dan terpilih lah Oesman Sapta Odang (OSO) sebagai ketua umum menggantikan Wiranto.

Menurut keterangan Wiranto, saat memberikan jalan kepada OSO untuk menjadi ketua umum, ada pakta integritas sebagai kesepakatan. Ada enam poin yang terdapat di dalam pakta integritas tersebut. Di anataranya, bersedia mematuhi AD/ART Partai Hanura. Menjamin soliditas dan kesinambungan Partai Hanura untuk memenangkan Partai.

Tak hanya itu, kata Wiranto, di dalamnya juga tertulis dengan ditandatangani pakta integritas, OSO menyatakan mengundurkan diri dari keanggotaan, maupun pengurus dari partai apapun namanya. Jika tidak dapat mematuhi apa yang menjadi kesepatakan.

Pakta integritas ini juga dilengkapi materai, dan ditanda tangani oleh dua orang saksi yakni Jenderal (Purn) Subagyo HS dan Jenderal (Purn) Chairuddin Ismail.

Konverensi Pers Hanura (Mery Handayani/VOI)

Muncul Konflik Dualisme Kepemimpinan di Hanura

Konflik internal Partai Hanura berujung pada munculnya dua kepengurusan. Dua tokoh, Marsekal Madya (Purn) Daryatmo dan OSO. Masing-masing pihak mengklaim sah sebagai ketua umum dengan argumen sendiri-sendiri.

Kisruh bermula dari tindakan saling pecat antara mantan Sekretaris Jendral DPP Hanura Syarifuddin Sudding dan Ketua Umum DPP Hanura OSO. Awalnya OSO dipecat Sudding dengan dakwaan melanggar peraturan partai, lalu di hari yang sama, Senin 15 Januari 2018 OSO juga memutuskan memecat Sudding karena dinilai tidak cakap menjalankan tugas partai.

Daryatmo adalah Ketua Umum hasil Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) yang diselenggarakan Hanura kubu Sudding, pada Kamis 18 Januari 2018. Sebelum menjadi Ketua Umum versi "Munaslub Cilangkap", Daryatmo sempat ditunjuk menjadi Pelaksana tugas (Plt) Ketua Umum Hanura.

Di sisi lain, OSO tetap kukuh masih menjabat sebagai Ketua Umum Partai Hanura yang sah. Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI ini yakin keputusannya memecat Sudding sudah sahih berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang restrukturisasi, reposisi, dan revitalisasi pengurus DPP Partai Hanura masa bakti 2015-2020 nomor M.HH-01.AH.11.01 tahun 2018. SK itu dikeluarkan Kemenkumham pada Rabu 17 Januari 2018.

"AD/ART partai diubah. Sehingga kekuasaan saya sebagai dewan pembinan, tidak sekuat pada saat munaslub itu. Kewenangan saya kembali kepada ketua umum. Ternyata partai Hanura timbul konflik, ditunjukan rekayasa saya sebagai dewan pembina atau pendiri partai," katanya, saat konferensi pers, di Hotel Atlet Century Park, Senayan, Jakarta, Rabu, 18 Desember.

Untuk mengatasi konflik ini, Ketua Dewan Pembina Hanura, Wiranto, turun tangan. Ia mengaku mendatangi dua kubu yang tengah berkonflik, guna menyudahi semuanya. Sebab, saat itu setiap partai politik sedang bersiap menghadapi Pilkada serentak 2018 dan Pilpres 2019.

"Damai saja lah. Memalukan jangan sampai kita berkonflik. Berjuang tanpa kebersamaan tidak mungkin. Pak Bagyo tulus ikhlas untuk menyatukan tidak berhasil," katanya.

Dalam keadaan yang tidak baik, kata Wiranto, Hanura terpaksa ikut pemilu. Hasilnya tidak lolos masuk ke Senayan. Kekecewaannya semakin mendalam, ketika dirinya yang dituduh sebagai dalang dari tidak lolosnya Hanura.

"Anda bisa berpikir secara jernih. Bagaimana mungkon seorang pendiri partai, mebesarkan partai yang telah lolos dua kali pemilu sampai hari menghancurkan partainya sendiri. Tidak ada. Tidak ada keinginan untuk menghancurkan partai, tapi dituduh seperti itu," ucapnya.

Tidak ingin terus berkonflik dengan OSO, Wiranto akhirnya memutuskan untuk mundur dari jabatannya sebagai ketua dewan pembina partai Hanura. Ia juga membatah bahwa ada tekanan dari pihak OSO kepada dirinya untuk segera mundur.

"Ndak ada. Walaupun saya kata kan tadi dalam ini kan dewan pembina tidak perlu mundur sebenarnya. Enggak perlu mundur saya. Tetapi saya melihat bahwa yang Munas ini rohnya sudah berbeda kan. Rohnya dan semangatnya berbeda. Dan selalu ingin berkonflik dengan ketua dewan pembina. Kalau saudara seperti saya bagaimana? Saudara tahan? Saudara kerasan?," jelasnya.

Selain itu, mantan Menko Polhukam ini memutuskan mundur dari struktur kepengurusan partai, karena ingin fokus pada tugas barunya sebagai Ketua Wantimpres Presiden Jokowi periode 2019-2024.

"Saat ini, saya menyatakan mundur dari Ketua Dewan Pembina Hanura. Mengapa? Ini kesadaran saya. Saya selalu berorientasi kepada tugas pokok saya. Saat ini, saya ditugaskan Presiden sebagai Ketua Dewan Pertimbangan Presiden," tuturnya.

Hanura kubu OSO (Mery Handayani/VOI)

Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang (OSO) kaget saat mendengar pengunduran diri Wiranto dari jabatan Ketua Dewan Pembina. Sebab, berdasarkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Hanura memang tidak ada jabatan Dewan Pembina.

Menurut dia, Wiranto selama ini hanya menjabat sebagai anggota partai biasa. Dia mempertanyakan, eks Menko Polhukam itu mundur dari jabatan apa, mengingat jabatan Dewan Pembina sudah ditiadakan.

"Ah mundur? Mundur dari mana? Dia (Wiranto) anggota biasa, saya juga kalau enggak jadi apa-apa, jadi anggota biasa. Tapi kalau umpamanya di tempatnya enggak ada, dia mundur kan saya juga enggak ngerti," kata OSO, saat menggelar jumpa pera di area Musyawarah Nasional (Munas) Partai Hanura, Rabu, 18 Desember.

OSO menambahkan, sejatinya jabatan Dewan Pembina dapat diusulkan kembali melalui Munas apabila memang dibutuhkan. Selama ini jabatan tersebut sudah tidak ada dalam kepengurusan Hanura sejak Munas di Solo pada 2015 lalu, bahkan sebelum OSO menginjakkan kaki di Hanura.

Meski begitu ia meminta agar hal tersebut tidak dibesar-besarkan. Baginya tidak ada masalah pribadi dengan Wiranto. OSO juga tidak menutup kemungkinan dalam pengembangan partai ke depannya eks Panglima ABRI itu dapat dilibatkan.

"Untuk hal yang baik jangankan Pak Wiranto, siapapun orang yang ingin besarkan Hanura pasti akan kami terima," ucapnya.

Wiranto Tersingkir Dari Partainya Sendiri

Konflik yang terjadi di tubuh Partai Hanura sudah membuat partai ini perlahan-lahan hancur. Perpecahan yang terjadi di internal partai, sudah tidak dapat diselamatkan untuk kembali bersatu.

"Itulah yang terjadi di Hanura. Konflik dan perpecahannya sudah dalam. Masing-masing kubu sudah saling menafikan," ucap Ujang, kepada VOI, di Jakarta, Kamis, 19 Desember.

Wiranto sebagai pendiri partai tidak lagi anggap ada. Bahkan, tersingkir dari partai yang dulu dirintisnya hingga lolos dua kali ke Senayan.

"Saat ini Hanura di pegang kubu OSO. Jadi jika Wiranto sebagai pendiri partai tergusur itu merupakan hal yang biasa. Sepertinya Wiranto cs akan dihabisi di Hanura," tuturnya.