Lesunya Penerimaan BPHTB DKI Jakarta
Paparan realisasi pajak DKI di Gedung DPRD. (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) DKI menghitung realisasi penerimaan pajak tahunan DKI jelang 12 hari hingga akhir tahun. Hasilnya, realisasi pajak masih mencapai 87,5 persen.

"Realisasi penerimaan berada di angka Rp39 triliun, dari target pendapatan sektor pajak berdasarkan Perubahan APBD 2019 sebesar Rp44,5 triliun," kata Kepala BPRD DKI Faisal Syafruddin saat dikonfirmasi, Rabu 18 Desember.

Dari 13 jenis pajak, selisih realisasi penerimaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang paling jauh dari target penerimaan. DKI baru menerima BPHTB sebesar Rp5,4 triliun, sementara targetnya sebesar Rp9,5 triliun.

BPHTB adalah pungutan daerah atas transaksi jual beli tanah dan bangunan pada aset yang memiliki nilai jual objek pajak (NJOP) di atas Rp2 miliar. Sebenarnya, Faisal sudah memprediksi dari jauh-jauh hari bahwa pihaknya tak akan bisa meraih target penerimaan BPHTB di tahun ini. Faisal bilang, alasan sulitnya pencapaian BPHTB dari target penerimaan karena lesunya transaksi dari asosiasi notaris.

"Memang sepanjang 2019 sedikit sekali transaksi yang mengakibatkan kepada (turunnya pendapatan) BPHTB. Ini kan karena berkaitan dengan transaksi, jadi kami tidak bisa memaksa. Tapi untuk BPHTB dalam harga yang sudah dipungut oleh pengembang, itu lah yang kami tekan untuk segera dibayarkan kepada BPRD," jelas Faisal.

Kelesuan transaksi yang berkaitan dengan sektor properti pada tahun ini memang diakui. Himpunan Pengusaha Pribumi Indoensia (HIPPI) mengemukakan alasan lesunya transaksi sektor properti menjadi lesu karena masyarakat cenderung menahan uangnya untuk berinvestasi di tengah gejolak ekonomi global dan nasional yang tidak stabil.

Di tengah kelesuan penerimaan BPHTB, Faisal masih optimis realisasi pajak masih bisa tertutupi berkat penerimaan pajak lain. Berdasarkan data BPRD, sudah ada empat jenis pajak yang melampaui target, di antaranya pajak air tanah (PAT), pajak restoran, pajak penerangan jalan (PPJ), dan pajak parkir.

"PAT realisasinya Rp120 miliar dari target Rp110 miliar. Pajak parkir sudah Rp535,3 miliar dari target Rp525 miliar. Kalau PPJ, Rp814 miliar dari target Rp810 miliar. Sementara selisih terbesar ada di pajak restoran yang realisasinya sudah Rp3,57 triliun dari target Rp3,55 triliun," kata Faisal.

Selain itu, Faisal memperkirakan beberapa jenis pajak lain akan segera menyusul untuk melampaui target hingga akhir tahun anggaran. Misalnya, pajak bahan bakar kendaraan bermotor (PBBKB) yang mencapai Rp1,25 triliun dari target Rp1,27 triliun. Disusul pajak reklame Rp1,02 triliun dari target Rp1,05 triliun dan pajak hiburan yang terealisasi Rp825,3 miliar dari target Rp850 miliar.

Sementara itu, jenis pajak lainnya masih memiliki selisih yang lumayan besar, sehingga akan terus dioptimalkan jelang tutup buku akhir tahun. Kemudian, BPRD saat ini juga getol mengejar potensi-potensi pajak yang belum tersalurkan, seperti bangunan dan tempat usaha yang belum membayarkan kewajibannya, serta tunggakan pajak kendaraan mewah.