Keanehan Kebijakan Garuda di Bawah Kepemimpinan Ari Askhara
Pesawat Garuda Indonesia (Syamsul Ma'arif/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Setelah terungkapnya perkara penyelundupan Harley Davidson dan sepeda Brompton yang melibatkan Direktur Utama PT Garuda Indonesia, I Gusti Ngurah Askhara Danadiputra atau Ari Askhara, satu persatu keanehan terkait kebijakan yang dikeluarkan selama masa kepemimpinanannya muncul. Tercatat, ada tiga kebijakan yang terindikasi adanya 'permainan'.

Ketua IKAGI Zaenal Muttaqin mengatakan, kebijakan pertama yang dinilai cukup aneh adalah mengenai pemalsuan laporan keuangan PT Garuda Indonesia di tahun 2018. Meski tak mengingat secara rinci soal nominal keseluruhan, laporan yang seharusnya merugi disebut diubah seolah-olah menjadi untung.

Pengubahan laporan keuangan itu dikatakan Zaenal dilakukan oleh Ari Askhara dengan cara memindahkan nominal keuntungan pada perjanjian kerja tahun 2019 ke 2018. Sehingga, cara itu membuat PT Garuda Indonesia seolah-olah mendapat keuntungan.

"Yang dipalsukan dalam laporan keuangan di 2018. Yang harusnya proyek 2019 ditarik ke belakang (masuk ke dalam laporan keuangan tahun 2018)," ucap Zaenal kepada VOI, Jumat, 6 Desember.

Kemudian, indikasi permainan di masa kepemimpinan Ari Askhara terjadi ketika adanya peralihan fasilitas kendaraan antar jemput yang diperuntukkan bagi karyawan. Sebelumnya dikatakan, jika PT Garuda Indonesia bekerja sama dengan salah satu perusahaan pengadaan mobil.

Namun, secara tiba-tiba PT Garuda Indonesia justru menjalin kerja sama dengan salah satu perusahaan pengadaan lainnya untuk mengganti fasilitas tersebut. Bahkan, hal itu sempat ditangani pihak Kepolisian meski berujung dengan ketidakjelasan.

"Saya dapat kabar dari pihak Mandira atau Aero Trans, karena sempat dia dipanggil oleh pihak kepolisian untuk mengonfrontasi terkait pengadaan yang hampir mencapai 800 unit," ungkap Zaenal.

"Saya enggak tau secara detail tapi berita yang saya dapatkan adalah bahwa tidak terbukti jika ini adanya pelanggaran," sambungnya.

Keanehan dalam hal itu, disebutkan, perusahan yang berada di bawah naungan BUMN harus melibatkan tiga pihak untuk mengadakan tender. Namun hal itu tak terjadi dan justru langsung menujuk salah satu pihak untuk menjadi pemenang tender.

"Bahkan pihak Honda pun sempat marah karena tidak diikutisertakan dalam tander atau pengadaan ini," tegas Zaenal.

Yang terakhir, keanehan kebijakan terjadi di sisi perlengkapan atau lebih kepada seragam kerja para awak kabin. Sebab, Ari Askhara mengeluarkan keputusan untuk mengganti seragam seluruh awak kabin yang padahal sudah terjadi.

Sehingga, kebijakan itu pun dinilai merupakan keputusan yang salah lantaran hanya menyebabkan pemborosan anggaran. Mengingat, jumlah awak kabin terbilang cukup banyak.

"Iya sangat pemborosan kalau bisa dikatakan seperti itu," tandas Zaenal.

Terkait