Selama Masa Pandemi, Banyak Satwa Dilindungi di Indonesia yang Lahir
Orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) yang diberi nama Fitri (Foto Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri LHK, Siti Nurbaya senang bukan main begitu menerima kabar baik dari Lembaga Konservasi (LK) Taman Safari Indonesia (TSI) Cisarua tepat di Hari Raya Idulfitri. Tempat itu, mendapat penghuni baru, seekor orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus) berjenis kelamin betina.

"Alhamdulillah, di hari bahagia Idulfitri sekaligus prihatin dengan situasi pandemi COVID-19, telah lahir pukul 05.00 WIB, bayi orangutan betina," kata Menteri Siti Nurbaya kepada voi.id, Senin, 25 Mei.

Karena bertepatan lahir di hari kemenangan, sebuah nama spesial disiapkan Siti Nurbaya untuk bayi orangutan itu. Dia diberi nama 'Fitri'. Bayi orangutan ini merupakan anak dari induk Evi dan jantan Ipung. 

Fitri seakan menjadi pelengkap kebahagian. Bulan lalu, 28 April 2020, tempat yang sama juga sudah lahir anak gajar. Anakan gajah ini diberi nama Covid lantaran lahir pada saat dunia mengalami pandemi COVID-19.

Menteri LHK Siti Nurbaya

Sekadar informasi, selama penutupan Lembaga Konservasi dan berlangsungnya Penerapan Sosial Berskala Besar (PSBB), justru banyak satwa yang lahir. Gajah Sumatera lahir di TSI Cisarua dan Gembira Loka Yogyakarta. Lalu ada juga komodo (12 ekor), burung Kasturi Raja (1 ekor), Tarsius (1 ekor) di Faunaland Ancol, Kasuari (3 ekor) di R Zoo and Park di Sumatera Utara, serta satwa-satwa eksotik lainnya seperti Jerapah, Zebra dan common marmoset.

Siti Nurbaya mengatakan, ini menjadi tanda pengelola LK telah menerapkan kesejahteraan satwa dengan baik. Jadinya, satwa dapat berkembangbiak secara alami dan telah menjalankan fungsinya sebagai tempat pengembangbiakan di luar habitat dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya.

"Diharapkan melalui program breeding terkontrol ini, program konservasi ex-situ link to in-situ bisa dijalankan dan pada akhirnya peningkatan populasi in-situ dapat tercapai", ujar Menteri Siti. 

Hal ini juga dibuktikan oleh KLHK dengan telah melakukan pelepasliaran satwa ke habitat alaminya dari pusat rehabilitasi, pusat penyelamatan, dan unit konservasi satwa lainnya sebanyak 214.154 individu periode tahun 2016-2020.

Menteri Siti menerangkan pentingnya pengelolaan populasi spesies terisolasi, konektivitas kantung-kantung habitat satwa, dan penciptaan kantung-kantung baru untuk mendukung peningkatan populasi serta pengelolaan metapopulasi.

"Untuk itu, saya sedang kembangkan kebijakan untuk mendorong adanya konektivitas kantong-kantong baru satwa melalui pengembangan sistem kawasan lindung yang mencakup areal yang bernilai konservasi tinggi di konsesi-konsesi sektor kehutanan dan perkebunan. KLHK telah mengidentifikasi ada 1,4 juta hektar area bernilai konservasi tinggi yang dapat masuk ke dalam sistem kawasan yang dilindungi," jelas Menteri Siti.

Pada tingkat spesies, Indonesia telah menyusun peta jalan untuk memulihkan populasi 25 spesies target yang terancam punah. Melalui lebih dari 270 lokasi pemantauan, beberapa populasi spesies meningkat, seperti Jalak Bali, Harimau Sumatra, Badak Jawa, Gajah Sumatra, dan Elang Jawa.

Kemudian pada tingkat genetik, Indonesia telah mempromosikan bioprospeksi (bioprospecting) untuk keamanan dan kesehatan pangan, seperti Candidaspongia untuk anti-kanker, dan Gaharu untuk disinfektan, yang produksinya telah ditingkatkan selama pandemi COVID-19 ini.