Ada Masalah Sampah Plastik di Balik Kebiasaan Belanja Daring Saat Pandemi
Ilustrasi tempat pembuangan akhir sampah (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi COVID-19 membuat kebanyakan orang saat ini enggan keluar rumah. Ditambah lagi, pemerintah telah menganjurkan masyarakat untuk belajar dan bekerja dari rumah. Sehingga, dalam situasi semacam ini tak heran jika persentase belanja online dan layanan pesan antar makin meningkat. 

Penelitian Oseanografi dan Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menyebut di tengah pandemi dan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ternyata belanja online dan pelayanan pesan antar meningkat drastis.

Jika biasanya orang berbelanja online sebanyak satu sampai lima kali dalam sebulan, di masa PSBB sekarang, masyarakat bisa berbelanja online sebanyak sepuluh kali tiap bulannya.

Hanya saja, tak banyak yang menyadari jika meningkatnya kegiatan belanja online ini ternyata memberikan masalah baru yaitu penumpukan sampah plastik di wilayah Jabodetabek. Mengingat, hampir seluruh belanjaan yang dikirim dibungkus dengan plastik tebal.

"(Sebanyak) 96 persen paket dibungkus dengan plastik yang tebal dan ditambah dengan bubble wrap, selotip, bungkus plastik. Dan bubble wrap merupakan pembungkus berbahan plastik yang paling sering ditemukan," kata peneliti Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, Intan Suci Nurhayati seperti dikutip dari laman resmi lembaga tersebut pada Senin, 25 Mei.

Survei yang dilakukan di kawasan Jabodetabek sejak 20 April hingga 5 Mei ini, bahkan mencatat, jumlah sampah plastik dari bungkus paket mengungguli jumlah sampah plastik produk kemasan.

Hasil dari survei itu juga menunjukkan sebanyak 60 persen responden menilai penggunaan plastik tak mengurangi risiko terpapar COVID-19. Hal ini, kata dia, juga sesuai dengan penelitian mereka yang menyatakan bahwa virus corona bisa bertahan di permukaan plastik selama tiga hari atau lebih lama dari permukaan lain seperti kardus.

Sebenarnya, kata Intan, hasil survei ini menangkap jika kesadaran masyarakat terhadap isu sampah plastik begitu tinggi. "Namun, kesadaran masyarakat belum dibarengi dengan aksi nyata," tegasnya.

"Hanya separuh dari warga yang memilah sampah untuk didaur ulang. Hal ini berpotensi meningkatkan sampah plasti dan menambah beban tempat pembuangan akhir selama PSBB atau WFH (work from home)," imbuh peneliti ini.

Sehingga, dia mengajak masyarakat untuk bisa mengurangi sampah plastik selama kegiatan bekerja di rumah. Caranya, dengan mendukung penjual dan produk tanpa pembungkus plastik, meminta penjual mengurangi pembungkus plastik, membeli barang dalam kemasan besar, menyatukan berbagai daftar belanjaan dalam satu pembelian, memanfaatkan kembali pembungkus plastik yang telah dibersihkan, dan memilah sampah plastik untuk daur ulang.

Selain itu, masyarakat juga bisa memberi barang dari toko yang sebenarnya lebih dekat dari tempat tinggal mereka dibandingkan melakukan pembelajaan online. Ini bertujuan untuk membantu mengurangi emisi gas rumah kaca.

"There is U in SOL-U-TION. Mari bersama-sama mengurangi sampah plastik dalam berbelanja online."