Bagi Orang Betawi, Bukan Lebaran Jika Tidak Ada Semur
Semur daging (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Beragam makanan khas baik yang ringan maupun berat tersaji saat Lebaran. Makanan beratnya, sebut saja opor ayam, sambel goreng kentang ati, rendang dan semur.  Tapi bagi masyarakat Betawi, menu yang paling wajib hadir saat lebaran adalah semur. Hari itu belum bisa disebut lebaran kalau belum ada semur. Lalu bagaimana sejarahnya hidangan bercitarasa manis dengan bumbu khas rempah-rempah tersebut muncul?

Tokoh Muda Betawi, Masykur Isnan menjelaskan, hidangan semur atau bagi masyarakat Betawi disebut juga dengan andilan, disajikan spesial saat lebaran sebagai wujud rasa syukur dan penanda kemenangan setelah satu bulan penuh puasa.

"Salah satu hal yang menjadi pembeda dengan hari lainnya," kata Masykur yang dihubungi VOI.

Kata Masykur hidangan semur (baik daging atau tahu) menjadi hidangan spesial khas Hari Raya Lebaran karena dulu makanan ini jarang ada di meja makan tiap rumah masyarakat betawi. "Terlebih semur daging kerbau yang terbilang spesial," tukasnya. 

Ada alasan mengapa semur kerbau dianggap lebih spesial bagi masyarakat betawi. Menurut Masykur dulu warga betawi selain berprofesi sebagai nelayan, mereka umumnya adalah seorang petani, sehingga erat kaitannya dengan bercocok tanam di sawah atau kebun dimana kerbau digunakan sebagai alat bantu.

"Oleh karenanya komoditi daging yang paling gampang dijumpai adalah kerbau," jelasnya. 

Sejarah semur

Sejarawan JJ Rizal menjelaskan olahan semur dipengaruhi oleh perpaduan budaya Eropa, Timur Tengah India, China dan Indonesia. Nama semur sendiri berasal dari Belanda "Dari kata stomerijj," kata Rizal dikutip Tempo, 2011 silam.

Stomerijj atau steamer yang artinya kukusan merupakan salah satu alat masak. Pada era kolonial mayoritas orang Belanda banyak yang memiliki pekerja orang Indonesia. "Mereka berteriak memasak dalam stomerijj, tapi terdengar smoor lalu menjadi semur," katanya. 

Kendati demikian, menurut Rizal cara memasak semur asli dari Indonesia. Nusantara sudah mengenal tradisi mengolah daging dan ikan sejak masa berburu pada abad 9 Masehi. 

Hal itu dibuktikan secara tersurat dalam relief di Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Lalu masuk tradisi dari bangsa pendatang India dan Timur Tengah melalui rempah-rempahnya. Sementara cita rasa kecap pada semur dipengaruhi oleh unsur Tionghoa peranakan.

Meski begitu kecap yang dipakai adalah kecap manis asli Indonesia. Sedangkan bangsa China hanya mengenal kecap asin. Jadi warna hitam yang manis dan rasa hangat dari rempah-rempah menunjukkan masakan ini asli Indonesia. 

Menurut Rizal, setiap daerah punya kisah yang berbeda-beda tentang semur. Semur ala Betawi yang dikenal sebagai andilan punya sejarah sendiri. Andilan biasanya dimasak menjelang lebaran. 

Uniknya warga yang hendak masak andilan itu patungan bersama tetangga atau saudaranya. Tujuannya selain bentuk dari rasa syukur juga sebagai simbol meraih kebersamaan.