Penurunan Kepercayaan pada Pemerintah Diduga Jadi Alasan Masyarakat Seolah Tak Pedulikan PSBB
Ilustrasi (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) seolah semakin tak berarti. Banyak masyarakat yang memilih untuk beraktivitas di luar rumah dan tak menaati aturan yang bertujuan mencegah penyebaran virus corona atau COVID-19. Bahkan, di beberapa lokasi sentra ekonomi, terpantau dipadati masyarakat.

Pasar Tanah Abang menjadi salah satu lokasi yang ramai dikunjungi di akhir masa pemberlakuan aturan PSBB, tepatnya, Senin, 18 Mei. Diperkirakan ribuan orang bertransaksi atau jual beli di sentra ekonomi tersebut.

Di sana, aturan PSBB seolah tak berlaku lagi. Physical distancing atau menjaga jarak aman tak lagi terlihat.

Padahal, Pemerintah Provinsi (pemprov) DKI Jakarta tak memberikan izin atau membuka Pasar Tanah Abang selama masa pandemi COVID-19.

Melihat kondisi tersebut, analisis kebijakaan publik Trubus Rahadiansyah menyebut, hal itu disebabkan penurunan kepercayaan pada pemerintah terkait penanganan COVID-19. Sehingga, masyarakat terkesan tak lagi menaati aturan yang dibuat untuk mencegah atau penyebaran virus.

Penyebab turunnya kepercayaan masyarakat karena beberapa hal. Salah satunya soal bantuan sosial yang dianggap banyak tak tepat sasaran. Bahkan, adanya indikasi jika bantuan sosial justru menjadi ladang 'permainan' oleh oknum-oknum tertentu.

"Karena masyarakat mengalami penurunan kepercayaan pada pemerintah. Salah satu fakta yang terlihat karena bantuan sosial," ucap Trubus kepada VOI, Selasa, 19 Mei.

Faktor lainnya, soal banyak kebijakan penanganan virus corona ini yang tumpang tindih. Contohnya, soal aturan PSBB itu sendiri. Pemerintah mengklaim tak melonggarkan aturan tetapi ada kebijakan yang dianggap sebaliknya, seperti dibukanya moda transportasi umum.

"Apalagi banyak kebijakaan yang tumpang tindih. Pemerintah tidak melonggarkan tapi fakta dilapangan justru sebaliknya," kata Trubus.

Untuk itu, dia menyarankan, pemerintah segara memperbaiki semua kebijakan pencegahan penyebaran COVID-19. Kemudian, melakukan evaluasi secara berkala terhadap program tersebut. Sehingga, bisa mencapai target sesuai yang direncanakan.

Selanjutnya, Trubus meminta pemerintah memperbaiki koordinasi antara pemerintah pusat, kementerian dan daerah. Hal ini bertujuan agar tidak membuat kebijakan yang terkesan tumpang tindih dalam penanganan COVID-19.

"Meningkatkan koordinasi antara kementerian, pemerintah pusat dengan daerah dan lain-lain," kata Trubus.

Larangan Anies

Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan melarang seluruh warga Jakarta ke luar wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek). Serta, warga luar Jabodetabek masuk Jakarta.

Larangan ini diatur dalam Peraturan Gubernur DKI Nomor 47 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar dan/atau Masuk Provinsi DKI Jakarta dalam Upaya Pencegahan Penyebaran COVID-19. Peraturan Gubemur ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan, yaitu pada 14 Mei 2020. Dengan terbitnya Pergub 47/2020, petugas di lapangan memiliki dasar hukum untuk menindak pelanggar.

Pergub 47/2020 mengamanatkan, setiap orang atau pelaku usaha dari DKI dilarang untuk keluar Jabodetabek. Namun, warga DKI masih diperbolehkan bepergian ke Bodebek dan sebaliknya, dengan catatan menerapkan physical distancing sesuai dalam aturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Selain itu, orang yang memiliki KTP di luar Jabodetabek dilarang masuk ke Jakarta.

"Dengan adanya Pergub ini, maka seluruh penduduk di DKI tidak diizinkan bepergian ke luar Jabodetabek. Dibatasi, sehingga kita bisa menjaga agar COVID-19 bisa terkendali. Dengan begitu, maka petugas di lapangan akan memiliki dasar hukum yang kuat mengendalikan pergerakan penduduk," kata Anies di Balai Kota DKI, Jumat, 15 Mei.

Namun, ada sejumlah pihak yang dikecualikan dalam larangan masuk dan keluar dari Jabodetabek. Mereka yang dikecualikan adalah pimpinan lembaga tinggi negara, perwakilan negara asing, TNI-Polri, petugas jalan tol, petugas pemadam kebakaran dan ambulans, petugas terkait penanganan COVID-19, pasien yang membutuhkan pelayanan kesehatan darurat dan pendampingnya, serta 11 sektor usaha yang diperbolehkan dalam aturan PSBB.

11 sektor usaha yang diperbolehkan bepergian ke luar dan masuk Jabodetabek adalah pelaku usaha yang bergerak di bidang kesehatan, bahan pangan, energi, komunikasi dan teknologi informasi, keuangan, logistik, perhotelan, konstruksi, industri strategis, pelayanan dasar dan industri objek vital nasional, serta organisasi kemasyarakatan sosial dan kebencanaan.

Meski demikian, setiap orang atau pelaku usaha dari 11 sektor yang dibolehkan bepergian dari Jakarta ke luar Jabodetabek, maupun dari luar Jabodetabek ke Jakarta harus membuat surat izin keluar/masuk (SIKM). SIKM hanya bisa dikeluarkan oleh Pemprov DKI lewat situs web corona.jakarta.go.id.

"Mereka yang dikecualikan tidak otomatis bisa bepergian. Mereka harus mengurus surat izin secara virtual melalui website corona.jakarta.go.id. Di situ ada form aplikasinya dan harus melengkapi dengan surat keterangan yang terkait dengan pekerjaannya," jelas Anies.