Benarkah Kebijakan OJK Telah Mampu Selamatkan Sektor Perbankan?
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 telah memukul hampir seluruh sektor bisnis di Tanah Air, salah satunya di sektor perbankan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui kebijakannya dianggap telah mampu mendukung dunia usaha dan sektor keuangan di tengah pandemi COVID-19.

Kebijakan tersebut di antaranya tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian di industri perbankan dan POJK Nomor 14/POJK.05/2020 tentang Kebijakan Countercyclical Dampak Penyebaran Coronavirus Disease 2019 bagi Lembaga Jasa Keuangan Nonbank.

Ekonom PT Bank Danamon Tbk Wisnu Wardhana mengatakan kebijakan OJK tersebut sangat membantu sektor perbankan, terutama terkait restrukturisasi kredit bagi nasabah yang terkena dampak COVID-19.

"Keduanya membantu terjaganya likuiditas, baik di sektor keuangan maupun para debitur. Sehingga stabilitas sistem keuangan Indonesia secara keseluruhan juga terjaga," ujar Wisnu dalam keterangan tertulis yang dikutip, Sabtu 16 Mei.

Wisnu menambahkan, kebijakan yang relatif baru itu sudah memberikan dampak positif pada sektor keuangan, meskipun persentase debitur yang menggunakan fasilitas tersebut baru sekitar 5 persen dari target. Namun, lanjutnya, perlu diingat bahwa umur dari aturan relaksasi ini masih relatif baru, sehingga angka 5 persen dipandang cukup efektif.

Secara keseluruhan, lanjut dia, kebijakan yang dikeluarkan OJK ditambah dengan kebijakan fiskal dan moneter, dinilai mampu menenangkan pasar keuangan.

"Khususnya, kekhawatiran terhadap risiko likuiditas di perbankan," tuturnya.

Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah juga menilai fokus kebijakan OJK dapat saling melengkapi kebijakan yang telah dikeluarkan pemerintah dan Bank Indonesia (BI).

"Dengan kebijakan ini, OJK ikut membantu memperkuat daya tahan dunia usaha, sekaligus sektor keuangan dalam menghadapi wabah COVID-19. Selama terjadinya wabah COVID-19, dunia usaha dan lembaga keuangan, utamanya perbankan, mengalami tekanan likuiditas," jelasnya.

Piter menilai relaksasi restrukturisasi kredit mampu membantu dunia usaha, yang pada akhirnya juga memperkuat perbankan. Meski demikian, dia mengakui restrukturisasi kredit saja tak cukup untuk sebagian pelaku usaha. Untuk itu, diperlukan kebijakan lain dari pemerintah maupun bank sentral yang bisa memperkuat dunia usaha.

"Memang untuk beberapa perusahaan yang kesulitan likuiditasnya begitu besar, restrukturisasi kredit saja tidak cukup, perlu bantuan lainnya. Tapi arah kebijakannya sudah benar," jelas Piter.

Saat ini, setidaknya ada empat kebijakan pokok yang telah digelontorkan OJK dalam masa pandemi saat ini. Pertama, kebijakan untuk meredam volatilitas di pasar keuangan dalam menjaga kepercayaan investor dan stabilisasi pasar, serta memberi napas bagi sektor riil dan informal untuk dapat bertahan di masa pandemi melalui relaksasi restrukturisasi kredit.

Kedua, relaksasi bagi industri jasa keuangan agar tidak perlu membentuk tambahan cadangan kerugian kredit macet akibat dampak COVID-19. Ketiga, ruang likuiditas yang memadai untuk menopang kebutuhan likuiditas perbankan.

Keempat, resolusi pengawasan industri jasa keuangan yang lebih efektif dan cepat melalui Cease and Desist Order dan Supervisory actions/resolutions lainnya.