Prediksi Tepat soal Alasan Narapidana Asimilasi Berulah Lagi
Ilustrasi (Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Reserse Kriminal Polri mencatat narapidana yang dibebaskan melalui program asimilasi dan kemudian tertangkap kembali jumlahnya terus bertambah. Total, sekitar 109 dari 38.882 orang kembali meringkuk di balik jeruji besi.

Dari ratuasan narapidana asimilasi yang ditangkap, motif mereka terjerumus kembali ke dunia hitam kejahatan lantaran masalah ekonomi selama masa pandemi virus corona atau COVID-19.

Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menyebut, setengah dari jumlah narapidana asimilasi yang ditangkap mengaku terpaksa melakukan aksi kejahatan karena masalah ekonomi. Begitupun tidak pidana yang mereka lakukan kebanyakan terkait pencurian barang.

"Motif narapidana asimilasi yang kembali melakukan kejahatannya umumnya didominasi faktor ekonomi, terutama terhadap kejahatan properti seperti curat, curas, atau curanmor," ucap Ahmad di Jakarta, Kamis, 14 Mei.

Selain itu, faktor lainnya yang paling banyak melatarbelakangi mereka mengulangi perbuatannya yaitu sakit hati atau dendam. Tindak pidana itu dilakukan oleh pelaku pengeroyokan dan penganiayaan bahkan perkara pembunuhan. 

Dari ratusan kasus narapidana asimilasi itu, kata Ahmad, kejahatan pencurian dengan pemberatan (curat) memiliki jumlah paling banyak sekitar 40 kasus. Kemudian, perkara pencurian kendaraan bermotor dan pencurian dengan kekerasan.

"Jenis kejahatan yang dominan dilakukan adalah kejahatan pencurian dengan pemberatan sebanyak 40 kasus, pencurian kendaraan bermotor 16 kasus, pencurian dengan kekeraean 15 kasus, diikuti dengan kejahatan lainnya seperti narkoba 12 kasus, dan lain sebaginya," kata Ahmad.

Faktor narapidana mengulangi perbuatannya

Pengamat hukum pidana Universitas Al-Azhar Suparji Ahmad menyebut, ada beberapa faktor pendorong para narapidana ini mengulangi perbuatannya. Pertama, terkait dengan karakter masing-masing individu.

Mereka yang memiliki karekter buruk, memang berpotensi besar mengulangi perbuatannya. Namun, yang menjadi sorotan adalah soal hukuman penjara yang tidak bisa merubah karakter mereka untuk hidup lebih baik di masyarakat.

"Penjara yang telah dijalani ternyata belum berhasil menjerakan dan mengedukasi supaya menjadi orang yang lebih baik. Seharusnya setelah dipenjara taat hukum dan bermasyarakat," ucap Suparji kepada VOI, beberapa waktu lalu.

Kedua yakni berkaitan dengan situasi yang serba sulit ini, di saat pandemi COVID-19, mereka kesulitan mencari pekerjaan yang layak. Hal itu pun diperburuk dengan pandangan negatif masyarakat soal narapidana.

Dengan kesulitan yang dihadapi, mereka pun mencari jalan pintas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Cara yang dipilih pun tentu kembali melakukan aksi kejahatan.

"Situasi serba susah termasuk masalah ekonomi akibat corona yang menyebabkan napi tersebut mencari jalan pintas untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak bisa bekerja demi menyambung hidupnya," papar Suparji.