Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia Dapat Sumbangan 1.000 APD
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Rumah produksi jas premium, Wong Hang Tailor, memproduksi dan mendonasikan sedikitnya 1.000 alat pelindung diri (APD) berupa hazmat (coverall) dan face shield. 

Bantuan ini disalurkan kepada Perhimpunan Dokter Emergensi Indonesia (PDEI). Target pengiriman APD adalah untuk memenuhi kebutuhan di luar Pulau Jawa. Sebab, masih banyak wilayah-wilayah Zona Merah di luar Jawa yang sangat membutuhkan APD yang layak sesuai standar medis.

APD ini tak hanya bisa untuk tenaga medis saja, namun juga petugas terkait penanganan COVID-19 yang tidak memiliki APD. Seperti supir mobil ambulans, penggali kubur, petugas kebersihan rumah sakit, atau petugas keamanan rumah sakit. 

Perwakilan Wong Hang Tailor Stephen Wongso menyatakan, pihaknya tergugah untuk memproduksi "alat perang" untuk mencegah penularan COVID-19 bagi tenaga medis dan nonmedis ini karena minimnya produksi dalam negeri. 

"Kami mendengar ada anak salah satu mitra yang menangani pasien COVID-19 di salah satu RS Rujukan pemerintah. Ia harus menggunakan 1 coverall selama berulang kali karena minimnya stok coverall di rumah sakit," kata Stephen dalam keterangan yang diterima VOI, Kamis, 14 Mei. 

Ketua PDEI Moh. Adib Khumaidi mengakui kebutuhan para tenaga medis memang APD semakin meningkat. Terutama semua APD tersebut bersifat sekali pakai, karena harus segera dimusnahkan agar virus yang melekat tidak menular. 

Belum lagi, APD tak cuma dipakai oleh tenaga medis yang merawat pasien. Tenaga nonmedis terkait penanganan COVID-19 juga membutuhkan penggunaan APD. 

"Rata-rata kebutuhan APD untuk satu rumah sakit skala menengah adalah sekitar 50 sampai 100 set per hari. Sementara, untuk rumah sakir skala besar berkisar 150 sampai 250 set per hari," kata Adib. 

Kendala dan kerumitan pembuatan APD

APD coverall buatan Wong Hang menggunakan bahan spunbound 90-100 gram untuk tenaga medis. Ada juga APD yang menggunakan bahan parasut dan nilon untuk nonmedis, yang mana bahan ini bisa dicuci ulang tidak harus sekali pakai lalu buang.

Stephen bercerita rumitnya pembuatan APD yang sesuai standar kesehatan untuk mencegah agar virus corona tak hingga di tubuh pekerja kesehatan. Berbekal coverall bekas pakai, Stephen membedah pola dan menyesuaikan pola coverall mereka dengan pola dan model aslinya.

Selain itu jenis jarum yang digunakan dan pemilihan bahan material juga diriset hingga detail agar memenuhi standar penggunaan medis. Setelah jadi, sampel coverall buatan Wong hang dikirimkan ke sejumlah dokter untuk memperoleh masukan. 

"Para dokter tersebut memberikan banyak revisi dalam menyempurnakan coverall buatan kami. Dari masukan tersebut, kami merevisi hingga puluhan kali sampai akhirnya sesuai dengan requirement medis hingga akhirnya bahan baku dan standar jahitan kami sesuai dengan SOP medis," jelas Stephen.

Lebih lanjut, Stephen mengakui kendala utama Wong Hang saat ini dalam produksi APD adalah harga bahan baku yang terus melambung hingga 300 persen. Akibatnya, penjual membandrol APD dengan harga tinggi. 

Selain itu, kata dia, banyak oknum memanfaatkan situasi pandemi ini dengan memproduksi coverall dengan bahan dibawah standar namun meraup keuntungan dari hal tersebut. Disisi lain, banyak orang awam yang tidak paham tentang APD dan hanya sekadar donasi.

"Ada calon donatur yang hanya melihat harga dan mementingkan jumlah APD yang mau disumbangkan namun tidak melihat standar kualitas barang yang hendak disumbangkan apalagi untuk para tenaga medis," ucap Stephen. 

"Padahal, yang harus dipahami adalah bahan dan jahitan APD yang hendak diberikan harus sesuai dengan standar medis karena dapat mengancam nyawa pemakainya," tambah dia.