Faisal Basri: Dibanding Naikkan Iuran BPJS Kesehatan, Lebih Baik Tekan Anggaran Kementerian Pertahanan
Tangkap layar Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri. (Mery Handayani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Faisal Basri mengatakan, daripada menaikkan iuran BPJS Kesehatan, pemerintah bisa menekan sejumlah anggaran kementerian untuk penanganan virus corona atau COVID-19. Salah satunya, anggaran Kementerian Pertahanan.

Menurut Faisal, saat ini tidak ada urgensi bahwa Indonesia akan perang, sehingga alokasi anggaran belanja barang guna modernisasi peralatan pertahanan dapat ditunda. Sehingga, anggaran bisa ditekan di angka minum yakni Rp50 triliun. Sebab, saat ini Indonesia sedang mengahadapi musuh yang tak kasat mata.

"Saya lihat prioritasnya belum menunjukan sense of urgency, bahwa ini krisis bahkan bisa lebih parah dari 2008. Jadi di tengah kondisi seperti ini, yang kita perangi adalah hantu virus. Tapi anggaran pertahanan cuma diturunkan dari Rp131 triliun menjadi Rp122 triliun. Ini luar biasa," tuturnya, dalam diskusi daring dengan tema 'COVID-19 dan Stimulus Ekonomi', Rabu, 13 Mei.

Faisal mengatakan, pemerintah juga masih mungkin mengoptimalkan anggaran kementerian lain untuk membantu penanganan COVID-19. Sehingga, menurutnya, tidak perlu berutang.

"Jadi tolong, kalau betul-betul kita krisis, anggaran pertahanannya yang paling minimum saja mungkin Rp50 triliun, dari situ saja kita bisa dapat Rp70 triliun. Jadi jangan ngutang dulu diperbanyak, dikonsolidasi dulu," jelasnya.

Tak hanya anggaran Kementerian Pertahanan yang masih bisa dipangkas, Faisal mengatakan, Kementerian PUPR pun masih bisa berhemat untuk membantu pemerintah menangani dampak COVID-19. Salah satunya, dengan menunda proyek-proyek besar, seperti proyek pembangungan ibu kota baru.

"Ini justru tidak ada satupun yang di-rescheduling ya. Proyek ibu kota jalan terus apapun yang terjadi. Ini luar biasa, enggak ada negara seberani ini ya," ucapnya.

Lebih lanjut, Faisal mengatakan, Kementerian PUPR bisa fokus pada proyek-proyek padat karya. Sehingga dapat membantu masyarakat kota maupun desa. Seperti dengan memperbaiki jalan-jalan di desa, ataupun memperbaiki selokan.

"Apa yang mau dibangun? Yang mau kita selamatkan manusianya, bukan fisiknya. PUPR hanya diturunkan anggaranya dari Rp120 triliun jadi Rp95,6 triliun. Jadi bisa lagi kita dapat Rp50 triliun dari situ, sisanya untuk PUPR ini yang proyek padat karya semua lah," jelasnya.

Kemudian, kata Faisal, tambahan dana bisa didapat pemerintah dengan memangkas anggaran Kementerian Agama, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Keuangan.

"Virus ini bakal selesai dengan dakwah? Kan tidak. Kementerian Agama cuma dipotong dari Rp65 triliun menjadi Rp62,4 triliun. Kemudian Kementerian Perhubungan Rp43,5 triliun menjadi Rp37 triliun. Lalu, Kementerian Keuangan Rp43,5 triliun jadi 41 triliun," tuturnya.

Menurut Faisal, di kondisi sulit ini kementerian-kementerian tersebut hanya memangkas anggaran sedikit, yang tidak ada bedanya dengan pehematan pada saat kondisi normal. Padahal, kalau pemerintah mau untuk menghemat lebih, dana yang akan terkumpul untuk penanganan dari realokasi anggaran kementerian ini besar.

"Potongnya ecek-ecek, sepertinya di keadaan normal gitu yang minta penghematan, yang sudah biasa dilakukan selama ini juga begini. Jadi ini tidak mencerminkan kondisi pemerintah ada urgensinya. Saya prihatin yang dipikirkan adalah utang dulu, bukan usaha dulu bukan hemat-hemat dulu," tuturnya.