35 Hari di Wisma Atlet: Seorang Pasien COVID-19 Ceritakan Perawatan yang Ia Jalani
Mangaranap saat dihubungi lewat panggilan video (Ramdan Febrian/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Mantan pasien COVID-19 asal Depok, Mangaranap Sinaga kini sudah 12 hari sembuh dan diperbolehkan pulang dari Rumah Sakit Darurat Wisma Atlet pada 30 April. Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Depok ini menceritakan kepada VOI kisahnya menjalani perawatan di Wisma Atlet selama 35 hari.

Beberapa hari sebelum mengalami gejala COVID-19, Mangaranap lagi sibuk-sibuknya mengurus persiapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), khususnya bagi umat Kristen Depok. Ia bertugas mempersiapkan gereja-gereja untuk beribadah dari rumah sejak 22 Maret.

Keesokan harinya, pada 23 Maret, istri Mangaranap dinyatakan menjadi suspect atau pasien dalam pengawasan (PDP). Diduga kuat ia tertular saat melayat kawannya yang meninggal karena COVID-19 pada 15 Maret.

Karena menjalani isolasi mandiri di rumah, Mangaranap mau tak mau harus mengurus istrinya. Dua hari kemudian, benteng imunitas Mangaranap mulai runtuh. Ia mengalami mual-mual hebat yang ditenggarai merupakan gejala COVID-19. 

"Saya lalu ke RS Graha Permata Depok untuk berobat. Setelah dicek darah, mulanya saya didiagnosis mengalami tifus," kata Mangaranap.

Namun, sore hari setelah di rontgen, diagnosisnya berubah. Paru-paru Mangaranap berbayang. Saat itu juga ia ditetapkan sebagai PDP. Padahal ia tidak merasakan sesak napas. "Itulah mungkin kenapa sekarang ada yang disebut orang tanpa gejala (OTG)," tuturnya. 

Menurut Mangaranap, saat itu cara andalan mengetes COVID-19 adalah dengan melakukan rontgen. Belum ada alat khusus seperti uji laboratorium untuk mengetes COVID-19 waktu itu. 

Setelah dinyatakan PDP, Mangaranap dipindahkan ke dalam sebuah kontainer sempit khusus merawat PDP. Ada tiga pasien saling berdekatan dalam satu kontainer yang ukurannya tak lebih dari 20 kaki itu. Jarak antara pasien bahkan tak sampai satu meter. 

Karena kondisi fasilitas yang tak memadai itu, Mangaranap khawatir penyakitnya malah makin parah. Ia lantas berinisiatif untuk pindah ke rumah sakit darurat Wisma Atlet bersama istrinya yang juga PDP. 

Wisma Atlet

Sampai di Wisma Atlet, mereka diperiksa di Instalasi Gawat Darurat (IGD). Beres dicek, Mangaranap dan istrinya dipindahkan ke unit apartemen yang berisi dua kamar. Saat itu kondisi Mangaranap mulai melemah. Ia tak lagi bisa berjalan sendiri.

"Jalan harus ditenteng. Saya sudah sangat drop waktu itu" katanya. 

Belum ada penanganan khusus saat hari pertama dirawat. Pada 27 Maret, mereka bahkan baru diuji dengan alat rapid test, belum ada swab test. Pada tes pertama itu, istri Mangaranap dinyatakan positif. Sementara, dirinya masih negatif. Istrinya lalu dipindah ke lantai 31.

Menurut Mangaranap, lantai di satu gedung apartemen dibagi menjadi dua kategori. Dari lantai empat sampai sembilan, khusus untuk menampung PDP. Sementara, dari lantai paling atas sampai ke bawah khusus untuk pasien positif COVID-19. Sementara itu, pengujian COVID-19 diadakan seminggu sekali.

"Karena dianggap inkubasi virus baru muncul," tutur Mangaranap. 

Sehari-harinya dokter datang memeriksa dua kali sehari: pagi dan sore. Pasien disediakan makan dan minum bergizi seimbang. Namun Mangaranap tidak diberikan vitamin dari pihak RS karena ia membawa vitaminnya sendiri. 

Pada hari kesembilan, setelah dites yang kedua kali, Mangaranap baru dinyatakan positif COVID-19. Ia lalu dipindahkan ke lantai 30. Saat itulah ia baru dikasih obat. "Ada tiga jenis, yakni chloroquine, obat dari Jepang, satu lagi antibiotik, semuanya itu obat keras," jelasnya. 

Setelah mengonsumsi obat, esok harinya kondisi Mangaranap memburuk. Ia mengalami muntah-muntah sehingga sulit untuk menerima asupan makanan dan susah tidur. 

Ternyata itu adalah reaksi dari obat yang diberikan. Mangaranap lalu dianjurkan memperbanyak minum air putih. Dan setelah itu ia harus merawat dirinya sendiri. 

"Yang membuat saya bisa bertahan saat itu adalah semangat. Saya harus sembuh. Saya banyak baca untuk menghadapi penyakit ini, salah satunya dengan semangat," jelas mangaranap. 

Selain semangat, tips lain untuk berjuang dari penyakit COVID-19 adalah tidak boleh stres dan banyak makan. Untuk menghindari stres, ia sampai mematikan ponsel selama sepuluh hari.

Terbangunnya solidaritas

Pada pekan selanjutnya, Mangaranap kemudian mulai melakukan uji swab. Dan hasilnya masih positif. Setelah melewati 14 hari masa positif, para pasien disarankan untuk menjemur dirinya di bawah sinar matahari dan berolahraga. Mereka melakukan itu di rooftop

Untuk membuat sarana komunikasi antara pasien, dokter, dan perawat, maka dibuatlah sebuah grup WhatsApp. Isi grup itu adalah laporan keluhan dari para pasien dan sarana untuk saling memotivasi antar pasien. 

Mangaranap tidak pernah merasa kesepian di sana karena masing-masing pasien saling mendukung, khususnya lewat grup komunikasi tersebut. Muncul solidaritas di sana. 

Mereka saling menyemangati satu dengan yang lain. Saat pagi hari, misalnya, mereka janjian untuk berjemur sambil berolahraga bersama. Tentunya dengan menerapkan physycal distancing. Selain motivasi dan banyak makan, Mangaranap bilang salah satu faktor terbesar untuk sembuh adalah doa.

"Kerjaan saya kalau di kamar, berdoa sambil nangis, tapi enggak lupa makan,"

Mangaranap Sinaga

Menurut Mangaranap tidak sedikit pasien yang merasa down. Jadi kalau ada yang merasa seperti itu mereka saling menguatkan lewat grup dan ketika berjemur bersama.

Saat itu Mangaranap merasa meski mereka berasal dari latar belakang yang berbeda, namun ia betul-betul merasa menjadi kesatuan. "Tidak ada sekat di sana walau berbeda latar belakang dan agama," katanya. 

Sementara itu, para perawat yang siap siaga melayani pasien seperti tak kenal lelah. Dalam satu hari mereka bekerja tiga shift. Sementara jumlah shift bertambah menjadi empat saat memasuki bulan puasa.

Setelah melakukan dua kali uji swab, tiga kali tes rapid, dua kali periksa rontgen, akhirnya kondisi Mangaranap berangsur pulih. Setelah 35 hari dirawat dan paru-parunya dinyatakan bersih, ia bersama istrinya diperbolehkan pulang. 

Tinggal dua hari lagi bagi Mangaranap untuk menyelesaikan proses pemulihan di rumah. Setelah itu ia akan mulai bisa beraktivitas seperti sedia kala.