Sri Mulyani Mengakui Ada Tumpang Tindih Sasaran Penyaluran Bansos
Gedung Kementerian Keuangan. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pendataan calon penerima bantuan sosial (Bansos) dianggap tidak tetap sasaran. Bahkan, sebagian masyarakat menerima bantuan dobel dari Pemprov maupun dari pemerintah pusat. Akibatnya, masih banyak masyarakat yang tidak tersentuh. Padahal, di masa pandemi virus corona atau COVID-19 ini, bansos adalah hal yang sangat dibutuhkan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengakui, adanya tumpang tindih sasaran dalam penyaluran dana bantuan sosial dalam sejumlah program yang dijalankan pemerintah untuk mendukung masyarakat miskin yang terdampak pandemi.

Namun, menurut Sri, hal itu jauh lebih baik ketimbang mereka tidak mendapatkan dukungan apa-apa di masa yang sulit seperti saat ini.

"Banyak yang menanyakan apakah kemungkinan akan ada tumpang tindih? Kemungkinan itu ada. Tetapi itu mungkin lebih baik daripada tidak dapat," tuturnya, dalam konferensi pers virtual di Jakarta, Jumat, 8 Mei.

Lebih lanjut, Sri Mulyani mengatakan, saat ini pemerintah telah menyalurkan bantuan sosial kepada masyarakat Jabodetabek dan non Jabodetabek sebesar 55 persen dari total masyarakat Indonesia.

"Sudah mencakup lebih dari mendekati 55 sampai 59 persen dari penduduk Indonesia mendapatkan Bansos. Entah dalam bentuk sembako atau BLT maupun yang ada di dalam kartu sembako," ucapnya.

Kemudian, Sri Mulyani merinci, Program Keluarga Harapan (PKH) sudah tersalurkan kepada 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) atau 16 persen masyarakat Indonesia, sedangkan kartu sembako telah menyasar 36 persen atau 20 juta warga.

Sementara itu, untuk subsidi listrik telah dimanfaatkan oleh 50 persen masyarakat Indonesia. "Untuk 9 juta KPM dalam bansos tunai DKI Jakarta itu di luar dari kartu sembako dan PKH," jelasnya.

320 Ribu Keluarga di DKI Balum Terima Bansos

Kementerian Sosial mencatat penyaluran bantuan sosial (Bansos) di DKI Jakarta belum sepenuhnya menyentuh masyarakat miskin. Hal ini disebabkan, karena penerima bansos dari pemerintah provinsi (Pemprov) sama dengan data yang menerima bantuan dari pemerintah pusat.

Menteri Sosial Juliari Batubara mengakui persoalan data menjadi tantangan dalam penyaluran bantuan sosial, khususnya bansos dalam bentuk sembako di Jakarta.

"Memang di lapangan itu hampir di belasan titik yang terjadi adalah banyak sekali atau hampir semua yang menerima bantuan sembako Kemensos ini ternyata sudah menerima bansos sembako dari Pemprov DKI," tuturnya, dalam rapat kerja dengan Komisi VIII bersama Menteri Desa Pembangungan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi secara virtual, Rabu, 6 Mei.

Juliari mengungkap, sesungguhnya sudah ada kesepakatan dengan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, bahwa bantuan Kemensos ditujukan untuk penerima manfaat yang tidak mendapatkan bansos dari Pemprov.

Awalnya, Pemprov DKI meminta pemerintah pusat untuk meng-cover bansos untuk warga miskin yang tak mendapat bantuan dari mereka. 

"Artinya apa? Mereka tidak melayani atau tidak akan memberikan data yang sama antara penerima bansos DKI dengan bantuan sembako Kemensos," jelasnya.

Namun, kata Juliari, yang terjadi di lapangan justru sebaliknya. Pemerintah pusat menemukan carut marut data penerima bansos sembako untuk warga miskin di Jakarta. 

"Kami juga menggunakan pilar-pilar kami untuk mendapatkan tambahan data. Tambahan yang tadi di awal saya sampaikan bahwa masih ada 320.000 keluarga yang belum mendapatkan bantuan," tuturnya.

Alasan Jabodetabek Tak Terima BLT

Juliari mengungkap, banyak pihak yang mempertanyakan mengenai kenapa bantuan sembako tidam diganti dengan bantuan langsung tunai (BLT). Menurut dia, dari Kemensos awalnya menginginkan hal yang sama.

Namun, kata dia, perintah yang disampaikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) adalah bantuan sosial khusus untuk Jabodetabek diberikan dalam bentuk paket sembako.

"Presiden sendiri yang minta untuk Jabodetabek diberikan sembako. Alasannya kalau diberikan bantuan sosial tunai, nanti duitnya diambil, dibawa pulang kampung. Kalau diberikan sembako mereka tidak perlu mudik, tetapi kami cukupi kebutuhan bahan pokoknya. Jadi memang itu permintaan presiden sendiri," tuturnya.