Perppu Penundaan Pilkada 2020 Dinilai Masih Setengah Hati
Ilustrasi (Irfan Meidianto/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2020, tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota atau pemilihaan kepala daerah (Pilkada).

Perppu ini mengatur tentang penundaan Pilkada 2020 yang tadinya dilaksanakan September, menjadi Desember karena pandemi COVID-19. Bahkan penundaan bisa menjadi lama lagi tergantung situasi pandemi.  

"Perppu ini akan menjadi payung hukum penundaan dan pelaksanaan Pilkada Tahun 2020," kata Kepala Pusat Penerangan Kementerian Dalam Negeri Bahtiar di Jakarta, Selasa, 5 Mei. 

Peraturan ini diteken Jokowi pada Senin, 4 Mei 2020 dan resmi diundangkan. Adapun Perppu ini merevisi Pasal 120, Pasal 122, Pasal 123, Pasal 201, dan Pasal 202 UU Pilkada.

Penundaan ini bisa dilakukan lantaran ada aturan yang menyatakan jika wilayah pemilihan terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, bencana nonalam, atau gangguan lainnya, maka dilaksanakan pemilihan lanjutan. 

Dalam hal ini, gangguan penyelenggaraan Pilkada 2020 adalah wabah COVID-19. Sampai sekarang, jumlah kasus COVID-19 makin meningkat dan belum menunjukan penurunan tren kasus. Jika tahapan Pilkada 2020 tetap dilakukan sesuai jadwal, dikhawatirkan penularan virus corona semakin merebak.

Meski begitu, Bahtiar mengaku ada kemungkinan Pilkada 2020 bisa kembali ditunda. "Skenario terburuknya, jika COVID-19 belum tuntas, maka dimungkinkan dilaksanakan penundaan kembali berdasarkan persetujuan bersama KPU, DPR dan Pemerintah," tutur dia.

Menanggapi hal ini, Komisioner KPU Pramono Ubaid Tanthowi mengaku akan segera menindaklanjuti dengan mematangkan rancangan revisi peraturan KPU mengenai tahapan, program, dan jadwal yang selama ini sudah disusun. 

"Tentu saja, KPU akan terus berkoordinasi dengan instansi terkait, baik BNPB maupun Kemenkes, soal kepastian penyelesaian pandemi COVID-19. Sehingga, KPU mendapat kepastian apakah pemungutan suara Pilkada 2020 dapat dilaksanakan di bulan Desember tahun ini, atau harus diambil waktu lebih lama lagi," ungkap Pramono.

Perppu Dinilai Setengah Hati

Sementara Direktur Eksekutf Perludem Titi Anggraini menyatakan, Perppu 2/2020 menjadi jawaban atas kegamangan Komisi Pemilhan Umum (KPU) dalam melaksanakan tahapan Pilkada 2020 di tengah pandemi COVID-19. 

Meski demikian, Titi menilai Perppu 2/2020 masih menyimpan situasi tidak pasti. Sebab, jika pilkada tidak dapat dilaksanakan pada bulan Desember 2020 karena COVID-19 belum mereda, maka pemungutan suara dijadwalkan kembali segera setelah bencana nonalam berakhir.

Alih-alih memilih waktu yang lebih memadai, misalnya menunda ke 2021, Pemerintah malah menyerahkan skemanya pada pembahasan lanjutan antara KPU, pemerintah, dan DPR. 

"Perppu 2/2020 masih setengah hati dalam memberikan kepastian hukum dalam keberlanjutan tahapan pilkada. Selain itu, juga membuka resiko penularan jika KPU tidak mampu menyiapkan teknis pemilihan yang kompatibel dengan protokol penanganan COVID-19," tutur Titi kepada VOI.

Lebih lanjut, jika melihat proyeksi tahapan dari pemungutan suara pada Desember 2020, itu artinya KPU sudah harus melanjutkan tahapan sejak Juni mendatang. Padahal, masa tanggap darurat COVID-19 juga belum tentu berakhir pada bulan tersebut.

"Dengan demikian, KPU harus mampu merumuskan berbagai peraturan teknis pilkada yang tidak bertentangan dengan protokol penanganan Covid-19, khususnya soal interaksi petugas dengan pemilih maupun peserta pemilihan," jelas dia.