Ujian Terberat Penanganan COVID-19 untuk AS adalah Para Manula di Panti Jompo
Ilustrasi foto (Michael Wilson/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Amerika Serikat tengah berupaya menekan angka kematian dari pasien manula yang tertular COVID-19 di panti jompo. Ada tiga penyebab utama mengapa tingkat penyebaran virus corona baru di sana tinggi. Masih ada hal yang bisa diupayakan untuk menekan angka kematian. 

Setidaknya, 16 ribu penghuni panti jompo di AS tewas karena COVID-19. Itu artinya, satu dari empat total kematian akibat COVID-19 berasal dari penampungan manula tersebut.

Negara bagian dengan kasus kematian di panti jompo terbanyak adalah Maryland. Sekitar setengah dari kasus COVID-19 di sana berasal dari panti jompo. 

Selain itu, kasus COVID-19 pertama di AS datang dari panti jompo di Seattle dimana 37 penghuni dan stafnya meninggal. Ini adalah tragedi yang hampir tidak terpikirkan sebelumnya.

Jumlah korban COVID-19 yang besar di panti jompo tidaklah mengejutkan. Ketahanan fisik dan mental para lansia terbatas. Selain itu, banyaknya penderita penyakit kronis juga menjadi salah satu faktor utama tingginya tingkat kematian pada orang tua.

Sementara itu, tingginya tingkat interaksi para penghuni panti jompo membuat penyakit cepat menular. Misalnya saja, dalam satu hari para perawat harus membantu memenuhi kebutuhan pengungsi sehari-hari, termasuk memberi makan, mandi, dan buang air.

Banyak yang berpikir tidak ada yang bisa dilakukan untuk mengurangi tingkat penularan. Tentu asumsi tersebut keliru. Masih banyak yang bisa diperbuat. 

Ilustrasi foto (Michael Schaffler/Unsplash)

Mengurai masalah utama

Seperti dikutip Huffington Post, masalah terbesar di panti jompo di antaranya (pisah) adalah kurangnya pengujian, tidak banyak peralatan pelindung, dan kurangnya pekerja. Sehingga, apabila masalah itu diatasi, tingkat kematian bisa dikurangi.

Pada masalah yang pertama, yakni soal pengujian merupakan salah satu hal paling krusial untuk membendung COVID-19. Sayangnya, panti jompo adalah salah satu tempat yang kurang dites COVID-19.

Pasalnya, pengujian massal COVID-19 terbatas dan hanya mengutamakan orang yang mengalami gejala COVID-19. Menurut ahli penyakit menular dari Fakultas Kedokteran Universitas Johns Hopkins, Morgan Katz, hal itu merupakan masalah besar karena orang tanpa gejala (OTG) secara tidak sadar menyebarkan virus.

Katz menjadi seorang yang memimpin upaya Universitas Johns Hopkins untuk mengidentifikasi dan menangani wabah di Maryland. Mereka menemukan sekitar setengah dari penduduk yang terinfeksi COVID-19 tidak mengalami gejala.

"Itu benar-benar mencengangkan. Mereka menyebrkan virus, dan tidak ada yang tahu," kata Katz. 

Lalu, masalah terbesar kedua penyebab tingginya penyebaran virus di panti jompo adalah karena kurangnya APD. Seorang asisten perawat panti jompo di Florida, Pearl Gooden mengatakan, dalam sehari ia hanya mendapat satu masker bedah dan satu jubah APD.

"Kami pergi dari satu ke kamar ke kamar lain dengan APD yang sama."

Kemudian, terakhir, cara untuk mengurangi penyebaran virus di panti jompo adalah harus menambah pekerja. Bahkan jika tes massal dan APD telah ditingkatkan, panti jompo masih akan kewalahan jika kekurangan pekerja. 

Para peneliti mengungkapkan, tempat fasilitas umum dengan pekerja yang lebih sedikit memiliki kemungkinan terinfeksi COVID-19 yang makin tinggi. Pasalnya, cara terbaik untuk mencegah penyebaran penyakit adalah disiplin menjalakan prosedur pencegahan.

Sedangkan, staf yang bekerja terburu-buru memiliki waktu lebih sedikit untuk mempraktikkan prosedur itu. Beberapa negara bagian di AS sudah mulai mengatasi masalah tersebut. Namun, mereka tidak bisa melakukan semuanya sendiri. Perlu ada intervensi federal terlebih soal anggaran.