Pencarian Jokowi untuk Posisi Dewan Pengawas KPK
Gedung Merah Putih KPK (Wardhany Tsa Tsia/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo terus mencari orang yang tepat untuk duduk sebagai Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebab, lima dewan pengawas ini nantinya bakal dilantik bersamaan dengan lima ketua KPK baru pada 21 Desember mendatang atau kurang dari waktu satu bulan.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini menyebut, nama-nama yang bakal duduk di posisi krusial sesuai dengan UU 19/2019 itu tengah dikaji oleh tim internal Sekretaris Negara (Setneg) yang dipimpin oleh Praktikno. Prosesnya juga belum masuk ke tahap finalisasi karena masih mendengar masukan publik.

"Masih mendengarkan masukan publik. Sangat banyak," kata Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin, 2 Desember.

Walau mendapat banyak masukan, Presiden Jokowi mengatakan pihaknya tak akan salah pilih dalam menentukan Dewan Pengawas KPK. Ada beberapa kriteria yang harus terpenuhi oleh para calon kandidat, diantaranya punya track record yang baik, berintegritas, dan punya pengalaman di bidang hukum pidana serta audit pengelolaan keuangan.

"Itu penting dan prosesnya masih berjalan," tegas mantan Wali Kota Solo itu.

Meski Jokowi punya beberapa kriteria untuk menentukan Dewan Pengawas KPK, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin mengatakan Jokowi tak akan bisa bersikap obyektif dalam pemilihan tersebut. Bukan tak mungkin, mereka yang duduk di Dewan Pengawas KPK ini akan membawa kepentingan tertentu dan menjadikan lembaga antikorupsi ini rawan konflik kepentingan.

Dia juga menilai, Jokowi sebenarnya sudah tahu dan menyimpan nama tokoh yang akan mengisi jabatan itu. Hanya saja, dia kini tengah mengulur waktu.

"Soal cari nama calon Dewas KPK itu hanya gimmick. Hanya lempar wacana ke publik. Sesungguhnya, nama-nama itu sudah ada di tangan Jokowi," kata Ujang kepada VOI saat dihubungi lewat pesan singkat, Senin, 2 Desember.

Dia menilai, Jokowi akan mengulang omong kosongnya seperti saat dia menerima hasil Pimpinan KPK dari Panitia Seleksi yang diketuai oleh Yenti Garnasih.

Saat itu, ketika Pansel menyerahkan 10 nama, Jokowi memang mengaku bakal mencoret nama-nama yang bermasalah sebelum diajukan ke DPR. Namun, nama-nama yang dianggap bermasalah dan salah satunya adalah Kapolda Sumatera Barat yang kini jadi Kabaharkam Irjen Firli Bahuri justru tak dicoret.

Padahal saat menjabat sebagai Direktur Penyidikan KPK, Firli disebut pernah bertemu dengan politikus Partai Golkar TGB Muhammad Zainul Majdi dalam satu acara dan politikus itu tengah menjalani pemeriksaan terkait kasus divestasi PT Newmont.

Imbasnya, Firli dikembalikan ke kesatuannya walau belakangan saat fit and proper test, polisi itu membantah adanya kode etik yang dilanggar. "Tim pansel ini kan bermasalah dan hasilnya juga bermasalah. Tapi kan dibiarkan saja (akhirnya). Janji ingin mencoret capim KPK juga omong kosong," ungkap Ujang.

Selain itu, pengamat itu juga menilai, sikap Jokowi belakangan kerap tak sesuai dengan perbuatannya. Sehingga, dia sangsi jika Jokowi bisa obyektif dalam menentukan Dewan Pengawas KPK.

"Banyak statment Jokowi yang berbeda dengan tindakannya," tegas dia.

Bukan hanya Ujang, Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo juga mengatakan Dewas KPK ini berbahaya bagi KPK. Sebab, nantinya merekalah yang mengontrol segala pekerjaan KPK dan hal ini dianggap berpotensi membocorkan pengusutan kasus korupsi termasuk penyadapan.

"Dewan pengawas itu berbahaya jika dicangkokkan dalam tubuh KPK. Meskipun nantinya mereka akan selalu memberikan izin penyadapan tapi potensi bocornya sangat tinggi," ujar Adnan.

Diketahui, keberadaan Dewan Pengawas KPK ini merupakan kali pertama di lingkup lembaga antirasuah. Dewan ini nantinya akan menjadi pelapis bagi pimpinan KPK yang bukan lagi bertugas sebagai penyidik dan penuntut umum.

Mereka jugalah yang nantinya bakal menandatangani surat perintah penyidikan, penyadapan, dan penyitaan menggantikan pimpinan KPK yang biasa menjalankan fungsi pengusutan kasus korupsi tersebut.