Ekonom Sebut BLT Lebih Efektif Bantu Korban PHK Ketimbang Kartu Prakerja
Ilustrasi. (Angga Nugraha/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah terus berupaya mengantisipasi pandemi virus corona atau COVID-19 yang kian meluas penyebarannya dan berimbas pada perekonomian nasional. Salah satunya, dengan mengeluarkan Program Kartu Prakerja. Namun, hal ini dinilai belum menyelesaikan masalah.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudhistira mengatakan, Kartu Prakerja justru tidak efektif dan belum tepat sasaran. Program ini membuat pengeluaran pemerintah semakin besar dan justru menjadi pemborosan anggaran.

Menurut Bhima, pelatihan online sebagaimana menjadi persyaratan mendapatkan bantuan uang dari Kartu Pra Kerja itu dinilai tidak penting lagi dalam situasi pandemi seperti saat ini yang pertumbuhan ekonomi bisa menyentuh angka 1 hingga 2 persen.

"Kartu Pra Kerja tentunya kita harapkan harus diubah ya. Karena sekarang enggak butuh pelatihan online," katanya, dalam acara diskusi virtual bertajuk "Mencegah PHK Massal Menyelamatkan Ekonomi Nasional", di Jakarta, Jumat, 17 April.

Apalagi, kata Bhima, peserta program Kartu Prakerja juga tidak dapat bekerja pasca pelatihan, sebab pemerintah daerah sudah mulai memberlakukan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Pelatihan online yang wajib diikuti oleh peserta program tersebut, tidak memberikan jalan keluar dari pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Artinya kalau Kartu Prakerja masih dipaksakan dengan pelatihan model online tidak dapat menyelesaikan permasalahan daya beli. Juga tidak akan menyelesaikan masalah orang di PHK," tuturnya.

Lebih lanjut, Bhima justru menyarankan agar pemerintah memberikan bantuan langsung tunai (BLT) kepada masyarakat terdampak COVID-19, tanpa harus boros anggaran dengan birokrasi yang kompleks dan tidak tepat sasaran seperti Program Kartu Perkerja tersebut.

"Mereka lebih membutuhkan bantuan langsung tunai atau cash transfer, bantuan sembako. Dibandingkan harus ikut pelatihan (Prakerja). Kondisi sekarang enggak efektif karena memang harus dirombak. Menurut saya ada waktu merombak menjadi BLT bagi orang yang di-PHK," jelasnya.

Sebelumnya, Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) menyatakan, program Kartu Prakerja tidak tepat sasaran bagi karyawan sektor perhotelan yang terdampak virus corona atau COVID-19. Sebab, salah satu yang akan didapatkan peserta program kartu pra kerja adalah pelatihan, sementara karyawan hotel sudah mendapatkannya dari perusahaan.

Ketua Umum PHRI Hariyadi Sukamdani mengatakan, ketimbang pelatihan dengan anggaran Rp1 juta per peserta, karyawan perhotelan dan restoran lebih membutuhkan jaringan pengamanan sosial.

"Kami juga menjadi sektor yang paling banyak tersertifikasi karyawannya. Jadi bukannya mau menafikan pelatihan," katanya, dalam video conference bersama wartawan, di Jakarta, Kamis, 16 April.

Hariyadi mengatakan, PHRI tidak menolak adanya program Kartu Prakerja, hanya saja program tersebut dinilai belum tentu sesuai dengan kondisi karyawan di setiap sektor ekonomi.

PHRI pun berharap, insentif yang diberikan program Kartu Prakerja dapat berbentuk tunai seluruhnya. Alasannya, pemberian uang tunai dapat mengurangi beban karyawan yang tengah dirumahkan atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

"Menurut saya ini sangat penting dalam kondisi saat ini, adanya jaring pengaman sosial," tuturnya.