<i>Public Health England</i>: Persepsi Keliru tentang Rokok Elektrik, Timbulkan Keresahan Publik
Ilustrasi. (Foto: Pixabay)

Bagikan:

JAKARTA - Di tengah pandemi virus corona (COVID-19), informasi kerap kali diteruskan tanpa memberikan konteks maupun akurasi yang jelas. Berbagai informasi yang keliru dan persepsi dapat menciptakan keresahan publik, mulai dari isu penyebaran, situasi ekonomi, tak terkecuali informasi mengenai rokok elektrik dan produk tembakau alternatif lainnya yang dikaitkan dengan COVID-19.

Padahal rokok elektrik dinilai telah membantu banyak perokok dewasa sebagai salah satu alternatif yang lebih baik untuk mendapatkan asupan nikotin.

Dalam laporan terbaru mengenai rokok elektrik yang dirilis oleh Public Health England (PHE), lembaga pemerintah di bawah Department of Health and Social Care Inggris, menyebutkan, berkembangnya persepsi yang salah di masyarakat tentang bahaya rokok elektrik dapat menghalangi para perokok dewasa yang tidak bisa berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif.

Padahal, PHE menyebutkan, beralih ke produk tembakau alternatif seperti rokok elektrik merupakan salah satu cara efektif untuk membantu para perokok dewasa untuk berhenti merokok.

Sejak 2015 silam, PHE secara aktif membuat penelitian mengenai produk tembakau alternatif dan memperbarui laporan setiap tahun. Dalam laporan keenamnya yang dirilis pada Maret 2020, PHE menyebutkan, terjadi peningkatan jumlah perokok yang percaya bahwa rokok elektrik lebih berbahaya dibandingkan rokok.

Menurut PHE, hal itu tidak sesuai dengan kajian para ahli dari Inggris dan Amerika Serikat dan beberapa negara lainnya yang menyimpulkan bahwa penggunaan rokok elektrik jauh lebih rendah bahayanya dibandingkan dengan rokok.

Menurut PHE, produk tembakau alternatif seperti halnya rokok elektrik tidak sepenuhnya bebas risiko, akan tetapi jauh lebih rendah risiko daripada rokok, hingga mencapai 95 persen. Hal ini disebabkan produk tembakau alternatif tidak melalui proses pembakaran, sehingga secara signifikan menghasilkan kadar zat kimia berbahaya jauh lebih rendah daripada rokok.

PHE menyebutkan, persepsi bahwa rokok elektrik lebih berbahaya dibandingkan dengan rokok merebak di kalangan perokok dewasa di Inggris setelah maraknya kasus cedera paru-paru di Amerika Serikat tahun lalu.

Padahal, Pemerintah Amerika Serikat melalui lembaga Centers for Disease Control & Prevention telah mengonfirmasi bahwa vitamin E asetat yang ditambahkan pada cairan rokok elektrik dengan kandungan ganja merupakan penyebab utama kasus cedera paru-paru di Amerika Serikat. Menurut PHE, zat tersebut telah dilarang digunakan dalam rokok elektrik di Inggris.

PHE menilai pemantauan secara terus-menerus terhadap persepsi publik perlu dilakukan. Para peneliti khawatir, persepsi yang salah dapat menimbulkan keresahan publik dan menghalangi keinginan perokok dewasa yang tidak bisa berhenti merokok untuk beralih ke produk tembakau alternatif yang lebih baik.

PHE menegaskan, perokok dewasa yang tidak bisa berhenti merokok harus terus didorong untuk beralih ke produk tembakau alternatif maupun alat bantu berhenti merokok lainnya. Hal ini akan meningkatkan peluang mereka untuk menghentikan kebiasaan merokok dan hasilnya sudah terlihat dari penurunan jumlah perokok di Inggris.

Selain penelitian, Inggris secara progresif sudah mengatur produk ini dalam aturan yang berbeda dengan rokok, dan mengenakan beban cukai yang lebih rendah sebagai bentuk dukungan terhadap produk tembakau alternatif.

Ahli Toksikologi dari Universitas Airlangga Sho’im Hidayat mengamini, banyak persepsi keliru mengenai produk tembakau alternatif yang dianggap sama bahayanya dengan rokok lantaran sama-sama mengandung nikotin. Padahal, nikotin bukanlah pemicu utama penyakit terkait merokok.

Sho’im menjelaskan, kandungan zat kimia berbahaya dalam rokok adalah TAR yang bersifat karsinogen. TAR yang dihasilkan oleh proses pembakaran pada rokok dapat memicu penyakit-penyakit berbahaya.

"Semakin tinggi kadar TAR dari pembakaran, risiko terkena kanker atau jantung menjadi lebih besar, kandungan ini tidak ada dalam produk tembakau alternatif," ujar Sho'im, dalam keterangannya, Kamis 16 April.

Menurut Sho'im, produk tembakau alternatif, seperti rokok elektrik dan produk tembakau yang dipanaskan, merupakan solusi bagi perokok dewasa yang sulit berhenti dari kebiasaan merokok untuk beralih ke produk tembakau dengan risiko bahaya yang lebih rendah.

Berbeda dengan Inggris, di Indonesia produk tembakau alternatif yang masuk dalam kategori Hasil Pengolahan Tembakau Lainnya (HPTL), dikenakan tarif cukai tertinggi sebesar 57 persen. Hal ini tentu tidak sesuai dengan profil resiko kesehatannya, dan juga dapat menimbulkan persepsi yang salah di masyarakat.

Itu sebabnya, di tengah meningkatnya keresahan publik akibat informasi yang tak menentu, setiap orang harus bijak dalam memilah informasi. Selain itu, pemerintah dan para peneliti juga bertanggung jawab menyajikan informasi dan kebijakan yang akurat dan terpercaya sebagai acuan bagi masyarakat.