Industri Perhiasan Alami Gangguan Penjualan Akibat Pandemi COVID-19
Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih. (Foto: Kemenperin)

Bagikan:

JAKARTA - Pandemi virus corona atau COVID-19 di Indonesia kian meluas. Seiring dengan hal itu, dampak negatif mulai menjalar ke berbagai sektor. Kementerian Perindustrian berupaya untuk mengakomodasi berbagai masukan dari sektor industri dalam menghadapi dampak pandemi COVID-19 di Indonesia.

Sektor industri kecil merupakan salah satu yang paling terdampak dalam kondisi pandemi COVID-19 saat ini. Direktorat Jenderal Industri Kecil, Menengah dan Aneka (IKMA) Kemenperin pun menelusuri kondisi sektor industri kecil dan menengah (IKM) yang masih beroperasi, salah satunya adalah industri perhiasan.

Direktur Jenderal IKMA Kemenperin Gati Wibawaningsih menyebutkan, berdasarkan data dan informasi dari Asosiasi Produsen Perhiasan Indonesia (APPI) menunjukkan, terjadi penurunan produksi karena berkurangnya permintaan pasar, baik lokal maupun ekspor.

Sejak Maret 2020, lanjut Gati, kegiatan ekspor produk perhiasan dari Indonesia berhenti total. Hal ini karena negara tujuan memberlakukan lockdown atau karantina wilayah. Penutupan kantor juga diproyeksi terjadi hingga pertengahan April 2020.

"Beberapa komitmen pemesanan untuk buyer dari Amerika Serikat, dijadwalkan ulang pengirimannya hingga Juni. Bahkan ada yang sampai September," ujarnya, melalui keterangan tertulis yang diterima VOI, di Jakarta, Rabu, 8 April.

Sedangkan untuk pasar lokal, Gati mengungkap, penjualan mendekati nol. Hal ini disebabkan tingginya harga emas hingga melampaui Rp800 ribu per gram dan beberapa pedagang emas juga sudah memilih untuk menutup tokonya.

Menurut Gati, 30 persen hingga 50 persen karyawan di pabrikan industri perhiasan yang merupakan anggota APPI masih bekerja. Sementara sisanya diliburkan selama dua minggu sambil menunggu keadaan selanjutnya.

Adapun pabrik industri perhiasan yang masih beroperasi, telah diimbau untuk menjalankan protokol kesehatan, di antaranya memberikan jarak kerja minimum satu meter antara pekerja yang satu dengan pekerja yang lain. Selain itu, dilakukan pengecekan suhu tubuh setiap karyawan yang masuk ke pabrik.

Selain itu, kata Gati, karyawan juga wajib menggunakan masker di lingkungan pabrik. Untuk menjaga imunitas pekerjanya, perusahaan juga memberikan makanan sehat dan vitamin kepada setiap karyawan yang masih mengerjakan proses produksi.

Dalam meningkatkan daya saing IKM perhiasan, Kemenperin sebelumnya telah melakukan beberapa upaya strategis, antara lain pelatihan dan pendampingan tenaga ahli desainer, serta bantuan mesin dan peralatan khususnya di Unit Pelayanan Teknis (UPT) yang dapat dimanfaatkan oleh IKM di sentra.

Selanjutnya, promosi dan pemasaran melalui pameran dalam dan luar negeri, peningkatan keterampilan SDM melalui pendidikan dan pelatihan produksi, serta perbaikan iklim usaha terkait dengan regulasi di bidang fiskal untuk kemudahan impor bahan baku.

"Harapannya tentu upaya tersebut dapat memberikan dampak positif, baik bagi pelaku industri perhiasan maupun masyarakat secara umum, melalui pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang bermuara pada peningkatan kesejahteraan masyarakat secara luas," tuturnya.

Berdasarkan catatan Kemenperin, pada tahun 2018, nilai ekspor perhiasan mencapai 2,05 miliar dolar Amerika Serikat. Sementara itu, pada Januari hingga Agustus 2019 telah menembus hingga 1,47 miliar dolar Amerika Serikat, naik dari periode yang sama di tahun sebelumnya sebesar 1,3 miliar dolar Amerika Serikat.

Gati menjelaskan, negara tujuan ekspor produk perhiasan nasional masih didominasi oleh Singapura, Swiss, Hongkong, Amerika Serikat, Uni Emirat Arab, dan Italia yang mencapai 97 persen dari total ekspor.