Pengusaha Pertanyakan Pemerintah yang Tak Buka Keran Impor Buah
Ilustrasi. (Foto: Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Berbagai kalangan mendesak pemerintah harusnya juga menetapkan kebijakan relaksasi impor untuk berbagai produk buah dan sayur yang bermanfaat bagi kesehatan masyarakat. Anehnya, sejak Januari lalu keran impor buah-buahan tak kunjung dibuka tapi malah disulitkan oleh Kementerian Pertanian (Kementan) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Kalangan pengusaha mempertanyakan ini kepada Presiden Jokowi, ada apa dibalik kebijakan kedua kementerian yang ‘pilih-pilih tebu’.

"Asosiasi sangat mengharapkan respon yang positif dan perdagangan yang fair dari tangapan Bapak Jokowi," kata Sekretaris Umum Asosiasi Eksportir-Importir Buah Buah dan Sayuran Segar Indonesia (Aseibssindo), Hendra Jowono dalam keterangan yang diterima VOI, Rabu 8 April.

Hendra menjelaskan, Asosiasi sudah mengirim surat terbuka kepada Presiden Jokowi perihal penerbitan RIPH dan Surat Persetujuan Impor (SPI) bernomor: 008/PRES/ASEIB/III/2020 tertanggal 20 Maret 2020. Hendra bersama anggota asosiasi eksportir dan importir buah berharap Presiden Jokowi merespon surat terbuka tersebut.

Sambil menunggu respon dari Istana, Hendra mengatakan lagi mempertimbangkan juga apakah perlu mengirimkan surat terbuka kepada lembaga Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Ombudsman Republik Indonesia dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Perlu dipikirkan dan sedang dipertimbangkan," jelas dia.

Selaku pengusaha produk hortikultura, Hendra sangat setuju dengan Presiden Jokowi yang telah mengingatkan dan melonggarkan peraturan impor. Apalagi kondisi kini memerlukannya. Sayangnya, kedua kementerian terkait malah seolah menutup keran impor buah dan sayur. 

“Ada apa di belakang izin RIPH sampai berani tidak menghiraukan Instruksi Bapak Presiden? Apa karena ada rumor, disinyalir ada permainan segelintir pengusaha dengan oknum-oknum di Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan dan partai politik," ujarnya.

Dewan Ingatkan Tak Monopoli

Gayung bersambut, usulan pengusaha buah dan sayur itu didukung oleh Anggota Komisi IV DPR RI yang membidangi pertanian, Andi Akmal Pasluddin yang menegaskan bahwa izin impor buah harus berdasarkan data yang valid dan neraca kebutuhan buah dalam negeri.

"Kalau memang kebutuhan dalam negeri kita kurang, kita impor," kata Andi.

Andi Akmal menegaskan, agar impor buah jangan sampai dimonopoli. "Satu pemilik tapi perusahaannya banyak. Ini kan yang mengancam kondisi harga buah," katanya. 

Pernyataan itu ia sampaikan seiring dengan pemberitaan beberapa waktu lalu, yakni kabar protes dari pengusaha buah Australia yang merasa ada permainan di Indonesia, dengan dominannya pengusaha berinisial H.

"Akibatnya, antara importir saling curiga. Siapa yang dekat dengan Kemendag (Kementerian Perdagangan) dia dapat padahal tidak ada kewajiban, sedangkan yang sudah bersusah payah menanam, membantu petani tidak dapat SPI," beber politisi PKS ini.

Pelaku usaha lainnya, Ketua Perkumpulan Pelaku Usaha Bawang Putih dan Sayuran Umbi Indonesia (Pusbarindo), Valentino juga mengingatkan Kementan dan Kemendag agar kompak menjalankan amanat Presiden.

Ia mengkritik bahwa selama ini keduanya lambat merespon dan merilis RIPH serta SPI di Kementerian masing-masing.

Direktur Eksekutif INDEF, Enny Sri Hartati juga menilai relaksasi impor untuk komoditas pangan, termasuk buah, adalah  penting tepat dilakukan. Namun demikian ia meminta tidak ada penghilangan kewajiban laporan survei karena hal tersebut adalah sistem penjaminan mutu impor pangan. Ia mengatakan, pengecualian seperti tidak harus menyertakan SPI memang layak saja diberlakukan.

"Jadi intinya harus dipermudah, mau itu bawang atau buah impor. Jadi menyederhanakan birokrasi, bukan menghilangkan fungsi kontrol pangan impor,"  katanya.

Terkait relaksasi impor, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana pada Kamis 26 Maret mengakui bawang putih dan bombai tercantum dalam Permentan dan UU Nomor 13 tahun 2010. Namun dengan diterbitkannya Permendag 27 tahun 2020 maka kedua komoditas memperoleh pengecualian atas pengajuan RIPH.

Terkait hal itu, Direktur Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto memastikan, pihaknya dengan Kemendag harmonisasi.

“Bapak Menteri Pertanian secara tegas telah menyampaikan bahwa posisi Kementan sejalan. Kementan selalu mengutamakan dan memastikan jaminan pangan bagi jutaan rakyat Indonesia. Kami tidak mau berspekulasi kalau sudah urusan perut rakyat. Terlebih kondisi darurat Covid-19 seperti saat ini,” ujarnya dalam keterangan resminya 29 Maret.