Pemerintah Ajak Masyarakat Bergembira Hadapi COVID-19
Petugas Puskesmas di Banjarharjo, Brebes, Jawa Tengah mengenakan APD seadanya (Istimewa)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah, melalui Kementerian Kesehatan sempat menyebut imunitas atau daya tahan tubuh sangat berpengaruh untuk melawan COVID-19. Sehingga, menjaga imunitas tubuh merupakan langkah penting untuk memutus mata rantai penyebaran.

Masyarakat pun merspons dengan mengonsumsi minuman dan makanan olahan dari berbagai tumbuhan yang dapat meningkatkan imunitas tubuh. Akan tetapi, ada faktor yang juga dapat mendompleng kondisi, namun luput dari perhatian masyarakat.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia Achmad Yurianto mengatakan, rasa gembira atau senang merupakan salah satu hal yang dapat meningkatkan imunitas tubuh.

Sebab, perasaan yang positif secara otomatis akan berpengaruh dengan pikiran seseorang. "Memang, secara ilmu sudah diketahui bahwa perasaan gembira, perasaan tidak tertekan, perasaan tidak stres itu sangat memengaruhi perbaikan pada status imunitas seseorang," ucap Yuri di Graha BNPB, Jakarta, Senin, 6 April.

Sebaliknya, jika perasaan murung dan tertekan yang selalu didapat, maka justru akan memperburuk imunitas seseorang. Sehingga, virus akan dengan mudah merusak dan memperburuk kesehatan. Terlebih, bagi mereka yang dalam tahap isolasi, haruslah selalu gembira.

Mereka tidak boleh terbebani dengan informasi yang justru akan memperburuk kondisi tubuhnya. "Kalau orang itu sedih, orang itu stres, ketakutan imunitasnya akan turun. Kalau imunitasnya akan turun, penyakitnya akan parah nantinya," ungkap Yuri.

Dengan pengaruh perasaan dalam menjaga imunitas, sangat dianjurkan kepada orang-orang yang menjalani isolasi mandiri untuk memperhatikan kondisi psikologi. Selain itu, mempertimbangkan terkait fasilitas dan lokasi isolasi juga harus dilakukan untuk memberikan rasa nyaman.

"Oleh karena itu, terkait dengan lokasi, sebaiknya dipilih, bagaimana caranya mereka bisa bergembira, ada fasilitas bagi kita lihat olahraga bersama, melaksanakan ibadah, harus senang artinya," papar Yuri.

Senada, psikolog dari Universitas Indonesia Kassandra Putranto menambahkan, kondisi perasaan seseorang tentu akan memberikan stimulus pada otak dan berdampak pada kondisi tubuh. Sehingga, perasaan gembira sangat penting untuk membantu melawan COVID-19.

Namun, khawatir pun menurutnya amat manusiawi. Setiap manusia pada dasarnya memiliki naluri yang mampu mempertimbangkan kebenaran-kebenaran tentang hal yang ia temui. Karenanya, dibutuhkan peran nyata dari pemerintah untuk memberikan kemajuan-kemajuan penting.

"Karena otak akan dipaksa terpaku pada satu hal yang belum tentu benar. Sehingga memengaruhi fungsi yang lain, misalnya fungsi pernapasan," tutur Kassandra.

Seorang petugas puskesmas di Banjarharjo, Brebes, Jawa Tengah mengenakan APD seadanya (Istimewa)

Pun jika Yuri menyebut perlunya masyarakat mendapat asupan kabar baik, bukankah pemerintah berperan besar menghadirkan kabar baik lewat capaian-capaian dan langkah penanganan yang nyata? Dengan memenuhi kebutuhan APD bagi petugas medis di lapangan, barangkali bisa jadi langkah awal membangun kegembiraan itu.

Toh, Yuri sendiri yang mengatakan, bahwa masyarakat, terutama pasien hanya berpikir negatif, seperti cemas dan panik ketika menghadapi COVID-19, tentu tubuh akan kesulitan meningkatkan imunitas. Ujungnya, akan memengaruhi fungsi organ tubuh lainnya.