Yang Bisa Dikerjakan DKI Selama Menunggu Status PSBB COVID-19
Anies Baswedan (Dok. Humas Pemprov DKI)

Bagikan:

JAKARTA - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan masih menunggu perizinan penetapan status Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes). 

Status ini diperlukan untuk membuat kebijakan pencegahan penularan COVID-19 atau virus corona agar tidak semakin meluas. Misalnya, pembatasan arus transportasi dari dan menuju kawasan Jabodetabek saat musim mudik. Hal ini tidak bisa dilakukan ketika suatu provinsi belum mendapat status PSBB. 

Selagi menunggu pengabulan status tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya Teguh Nugroho memberikan catatan perbaikan yang bisa dilakukan Anies untuk menambah langkah penanganan COVID-19. 

Saran perbaikan ini didasarkan pada laporan masyarakat dan temuan oleh Tim Pemeriksa Ombudsman RI Perwakilan Jakarta Raya di lapangan.

"Upaya korektif ini kami sampaikan semata-mata untuk meningkatkan upaya penanganan COVID-19 di Jakarta sebagai wilayah terdampak paling parah dari pandemi agar lebih baik," kata Teguh kepada wartawan, Minggu, 5 April. 

Pertama, Anies bisa menggencarkan sosialisasi alur rujukan bagi suspect COVID-19 yang melalui jalur rumah sakit rujukan maupun dari rumah sakit swasta bagi masyarakat yang melakukan pengecekan mandiri.

"Sebab, tim pemeriksa masih mendapati masyarakat diduga suspect COVID-19 yang ditolak di sejumlah rumah sakit rujukan dengan alasan penuh. Penolakan tersebut dilakukan baik oleh rumah sakit rujukan milik Pemprov DKI maupun rumah sakit di bawah Kementerian Kesehatan, seperti di Wisma Atlet Kemayoran," jelas Teguh. 

Kedua, masih berjaitan dengan penolakan pasien terkait COVID-19. Penolakan ini, menurut Teguh, disebabkan minimnya jumlah ruang isolasi yang dimiliki rumah sakit. 

Oleh karenanya, Ombudsman meminta kepada Pemprov DKI untuk berkoordinasi lebih lanjut dengan Satgas COVID-19, termasuk Badan Pengawas Rumah Sakit Swasta untuk menambah jumlah ruang isolasi. 

"Namun, Ombudsman meminta Pemprov DKI untuk tidak menerima bantuan penyediaan rumah sakit darurat yang dibangun di wilayah pemukiman, seperti apartemen. Sebab, bangunan tersebut tidak didesain dengan fasilitas penanganan penyakit menular," jelasnya. 

Ketiga, Ombudsman meminta Pemprov DKI menambah jumlah pengguna rapid test (tes cepat) pada wilayah yang ditetapkan sebagai zona merah, di mana potensi penyebaran lebih sulit dideteksi dan kawasan kumuh. 

"Kami mengkhawatirkan tingginya angka pemakaman pada bulan Maret 2020 sebagai bagian dari puncak gunung es penyebaran COVID-19 yang belum terdeteksi. Potensi tersebut ada di wilayah-wilayah permukiman padat penduduk," katanya.