COVID-19 di Belarusia: Rakyat Tak Perlu Bergantung pada Pemerintah yang Tak Becus
Lenin Square di Belarusia (Alex Kolpikov/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Saat banyak negara mati-matian memerangi pandemi COVID-19, Belarusia menunjukkan sikap berbeda. Sang Presiden Axelander Lukashenko bilang, COVID-19 adalah penyakit psikosis. Beruntung, ketidakwarasan Presiden tak diikuti rakyatnya.

Lukashenko yang telah berkuasa seperempat abad menyebut COVID-19 tak nyata, tak lebih dari halusinasi. Sebagaimana dilansir Reuters, Lukashenko bahkan mengajak untuk memerangi COVID-19 dengan vodka, sauna, atau bersenang-senang mengendarai traktor.

Hingga berita diangkat pada 1 April, Belarusia bahkan masih menggelar pertandingan sepak bola. Lukashenko sendiri bahkan dilaporkan masih bermain hoki es dan terlihat merangkul sesama pemain. Apa itu physical distancing. "Lebih baik mati berdiri daripada hidup berlutut," katanya.

Saat pemimpin negara tak mengambil satu pun langkah berarti melawan COVID-19, sebagian warga akhirnya melakukan upaya physical distancing secara mandiri. Lembaga-lembaga, seperti sekolah swasta Stembridge di Minsk mulai beralih ke pembelajaran jarak jauh sejak minggu lalu setelah sebagian besar orang tua menyatakan dukungan pada gagasan itu dan meninggalkan ketidakbecusan Lukashenko.

“Kami memantau situasi internasional dan gambaran keseluruhan sepertinya akan lebih bertanggung jawab untuk mengatur pembelajaran jarak jauh,” kata pengajar di Stembridge Evgeniya Gushchina.

"Jika Anda harus memilih antara risiko terhadap kesehatan dan risiko kurang pendidikan, saya memilih kesehatan,” tambanya.

Efeknya, warga lain kemudian mengikuti langkah physical distancing dengan cara menutup bioskop, kafe, maupun restoran secara sukarela. Apalagi, sejauh ini Belarusia telah mengonfirmasi 94 kasus virus corona dan satu kasus kematian.

Kepala gerakan sosial Tell The truth di Belarusia mengungkap bahwa kondisi hari ini di Belarusia adalah paradoks, di mana masyarakat lebih cekatan bertindak dibanding pemerintah. Ini juga membuktikan rakyat dapat menyelamatkan diri dengan nalarnya sendiri.

“Masyarakat tidak mempercayai negara saat ini. Kurangnya informasi akan perkembangan COVID-19, membuat orang-orang memobilisasi diri untuk segera mengambil tindakan pribadi,” ucapnya.