Sengsara Jelata dalam <i>Kuncitara</i> di India
Ilustrasi foto (Prashanth Pinha/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Kebijakan kuncitara atau lockdown di India menimbulkan masalah bagi masyarakat kelas bawah. Kebijakan lockdown bahkan seperti hanya mampu dijalani oleh orang-orang yang memiliki privilege alias hak istimewa.

Bagi warga yang berkecukupan, mereka bisa menerapkan isolasi diri di dalam rumah, kerja di rumah, dan memesan makanan lewat layanan pengiriman dengan nyaman. Namun, di luar jendela mereka, cerita berjalan dalam jalan berbeda.

Para buruh dan kaum miskin tumpah di jalanan. Mereka kelaparan dan kehilangan tempat tinggal. Salah satu buktinya terlihat dari sebuah rekaman video yang diunggah di Twitter milik akun @AnjaliB_.

Dalam rekaman itu terlihat seorang wanita yang menegur sekumpulan orang yang sedang berkeliaran persis di bawah jendela rumahnya. Mereka lantas menimpali si wanita dengan ekspresi putus asa. "Ada 400 dari di antara kami yang tidak punya makanan. Kami butuh bantuan. Ada banyak anak juga," kata salah seorang dari kerumunan.

Sementara itu, seperti diwartakan NPR, jalan raya India di beberapa tempat memang terlihat sepi dari kendaraan, namun malah diramaikan oleh para pejalan kaki yang terlihat compang-camping. Sebagian dari mereka terlihat membawa buntalan barang yang diletakan di atas kepala.

"Aku hanya ingin pulang," ucap salah seorang pria muda yang diselingi isak tangis ketika diwawancarai salah seorang reporter TV India. Pria muda itu bilang hanya ingin berjalan pulang dari Ibu Kota New Delhi tempat ia bekerja ke rumahnya di negara bagian Bhiar wilayah timur. Setidaknya ia harus menempuh sekitar 600 mil atau sekitar 965 kilometer. Hampir seperti jarak dari Jakarta ke Banyuwangi.

Banyak pekerja migran India yang diyakini jumlahnya sekitar 120 juta orang, mencoba berjalan ke kampung halaman mereka. Jaraknya tak tanggung-tanggung, dari ratusan sampai ribuan mil. Sementara, lusinan orang telah tewas dalam kecelakaan di tengah perjalanan pulang mereka. 

Kasus COVID-19 di India sebenarnya tak lebih banyak dari Indonesia. Sampai berita ini dibuat, tercatat ada 1.397 orang yang positif COVID-19 dengan kematian sebanyak 35 orang dan yang sembuh 123 orang.

Namun, Perdana Menteri (PM) Narendra Modi telah memberlakukan salah satu dari kebijakan lockdown terbesar dan paling ketat di dunia. Pemerintah India memerintahkan seluruh penduduk agar tetap berada di rumah mereka selama 21 hari sejak 25 Maret. Dengan pengecualian untuk para pekerja penting, seperti toko penjual makanan dan aparat penegak hukum. 

Langkah yang terpaksa

Masih menurut laporan NPRlockdown menyebabkan puluhan juta pekerja migran menganggur. Mereka kebanyakan berasal dari daerah pedesaan, namun hidup hampir sepanjang tahun dalam perantauan di kota-kota besar India. Ada yang menjadi buruh harian, pekerja kuli bangunan, atau menjadi asisten rumah tangga. 

Sejak lockdown diberlakukan, banyak buruh migran yang kehilangan tempat tinggal. Pasalnya, tak sedikit di antara mereka yang tinggal di asrama pabrik, saking tak mampu membayar sewa tempat tinggal. Namun, karena ada pembatasan, asrama mereka sekarang ditutup.

Mereka yang kemudian memutuskan untuk pulang kampung pun jadi terdampar karena pemerintah menghentikan layanan moda transportasi umum, seperti bis dan kereta sejak minggu lalu. Selain itu mereka juga rentan mengalami kelaparan dan infeksi. 

Ekonom India Jean Dreze mengatakan bahwa kemampuan kaum miskin untuk tetap tinggal di dalam rumah sangat singkat. Menurutnya, orang-orang seperti buruh lepas, penarik becak dan pekerja migran, pada dasarnya menggantungkan hidup dari penghasilan harian.

Sekarang, kata Dreze pemerintah tiba-tiba mengumumkan bahwa mereka harus menghabiskan 21 hari di dalam rumah mereka. "Tentu banyak dari mereka yang sudah kehabisan makanan," kata Dreze.

Pekan lalu, Menteri Keuangan India Nirmala Sitharaman menggelontorkan anggaran lebih dari 22 milyar dolar AS untuk penanggulangan virus corona baru. Prioritas utamanya adalah menjangkau makanan untuk warga miskin. 

Namun, menurut ekonom, anggaran itu tidak akan cukup. "Kami membutuhkan stimulus yang jauh lebih besar, setidaknya dua atau tiga kali dari jumlah itu," kata ekonom dari Universitas Jawaharlal Nehru, Jayati Ghosh.

Ia juga khawatir soal rantai pasokan yang dikatakan aman oleh pemerintah. Pasalnya, gangguan dalam pasokan makanan bisa sangat mematikan bagi orang prasejahtera. 

Namun, kabarnya India sudah menjalankan sistem distribusi makanan terbesar di dunia. Pejabat pemerintahnya mengatakan bahwa mereka punya stok gandum yang cukup untuk memberi makan orang miskin, setidaknya selama satu setengah tahun.

Saat ini, para ekonom sudah mendesak agar pemerintah segera membagi-bagikan stok makanan tersebut. Sementara itu, untuk mengatasi masalah buruh migran yang terpaksa pulang kampung karena tak punya tempat tinggal, negara mengirim seribu bus untuk mengantar mereka. Dalam beberapa jam, ratusan ribu orang memadati stasiun bus Anand Vihar di Delhi. 

Masalah seperti datang bertubi-tubi. Berkumpulnya ribuan orang dalam satu tempat tentu memunculkan masalah baru, yakni potensi penyebaran virus corona secara masif. Aparat terlihat menertibkan mereka agar menjaga jarak lebih dari satu meter, sebagaimana imbauan Badan Kesehatan Dunia WHO. 

Selain itu, kekhawatiran lain yang berpotensi terjadi adalah penularan COVID-19 di kampung-kampung tempat para buruh migran pulang. Pasalnya, daerah-daerah yang jauh dari pusat kota itu akses rumah sakit tidak sebanyak di pusat kota.

Hanya ada sebagian kecil tempat tidur rumah sakit dan yang memiliki ventilator untuk menangani penyakit COVID-19. Padahal, dokter di India dan ahli kesehatan masyarakat memperingatkan ledakan kasus COVID-19 pada skala yang lebih besar dari yang terjadi di Italia dan Amerika Serikat bukan tak mungkin terjadi di India. 

Akibat kekacauan yang terjadi pasca-lockdown, PM India Narendra Modi dalam pidatonya dua hari lalu (30/3) meminta maaf, khususnya kepada kaum miskin yang terkena dampak. "Aku membuat beberapa keputusan yang membuatmu menderita, saudara-saudaraku yang malang," kata Modi. "Tapi untuk negara seperti India, ini perlu."

Banyak para buruh migran yang pergi melintasi India pekan ini, yang mengatakan betapa beratnya krisis virus corona ini. Di satu sisi, mereka mengaku menghormati kebijakan pemerintah. Namun, di lain sisi, mereka tidak punya pilihan lain selain mencari makan di luar rumah mereka masing-masing.