Pelajaran Berharga Arab Saudi-Kuwait di Masa Lalu, Kala Hadapi COVID-19
Ilustrasi Kota Jeddah (unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Berbagai negara tengah menghadapi pandemi COVID-19, virus yang begitu menular dan muncul sejak Desember 2019. Tak sedikit negara yang kewalahan menghadapi wabah virus semacam ini, berbeda dengan Arab Saudi dan Kuwait yang telah memiliki pengalaman panjang mengadapi suatu epidemi penyakit.

Pasalnya negara-negara di Timur Tengah pernah menghadapi virus penyakit yang paling membahayakan sebelumnya. Bahkan ratusan nyawa harus meninggal karena virus menular yang dinamakan Middle East Respiratory Syndrome (MERS), pada September 2012.

Melalui investigasi retrospektif, pihak Kementerian Kesehatan Arab Saudi kemudian mengidentifikasi bahwa kasus MERS yang diketahui pertama kali terjadi di Yordania pada April 2012. Sejauh ini, semua kasus MERS telah dikaitkan melalui perjalanan ke, tempat tinggal di, dan negara-negara di Semenanjung Arab.

Wabah MERS terbesar yang diketahui di luar Semenanjung Arab terjadi di Korea Selatan pada 2015. Wabah ini diakibatkan oleh seorang wisatawan yang telah mengunjungi Semenanjung Arab.

Kali ini, Arab Saudi jauh lebih sigap dalam menghadapi virus. Pengalamannya dengan MERS membuat rumah sakit yang ada di Arab Saudi telah membentuk unit terpisah khusus penyakit pernapasan, dengan ventilasi khusus untuk melindungi petugas medis dari penularan. 

"Pengalaman mereka dengan MERS secara unik memposisikan mereka seperti sekarang karena mereka belajar banyak dari itu," kata Joanna Gaines dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS, melansir Reuters, Selasa 31 Maret. 

"Mereka tahu ini musim MERS dan mereka sudah siap untuk itu. Persiapan dan prosesnya benar-benar mengurangi risiko paparan virus," tambahnya. 

Arab Saudi dan negara tetangganya, Kuwait, mengambil tindakan drastis sejak awal untuk menghadapi COVID-19. Kedua negara tersebut menutup perjalanan udara, memberlakukan jam malam, dan mengkarantina serta menguji ribuan orang.

Selain itu, Arab Saudi juga telah memberlakukan larangan masuk dan keluar Jeddah sejak Minggu 29 Maret, memperluas aturan lockdown karena mendapat laporan empat kematian. Pemerintah Arab Saudi memberlakukan larangan masuk dan keluar Jeddah setelah melakukan hal yang sama di kota-kota lain seperti Riyadh, Makkah, dan Madinah.

Pada Sabtu 29 Maret, Arab Saudi juga memperpanjang penangguhan penerbangan internasional tanpa batas. Pemerintah Arab Saudi juga memperpanjang aturan pembatasan kerja di kantor. 

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan pendekatan menyeluruh pemerintah Arab Saudi merupakan manfaat dari pengalaman MERS. Juga, keahlian dalam kesiapsiagaan dalam keadaan darurat didapatkan dari pengalaman negara tersebut dalam mengelola haji, ibadah tahunan Muslim.

"Hal tersebut merupakan pusat pengawasan yang terkoordinasi, yang memberi lebih banyak kesiapan untuk layanan kesehatan masyarakat di Arab Saudi," kata epidemiologis senior Arab Saudi Sami Almudarra. 

Kuwait juga memiliki pengalaman dengan keadaan darurat kesehatan nasional. Negara tersebut pernah mengalami krisis kesehatan akibat kebakaran sumur minyak setelah invasi Irak pada 1990 hingga kekhawatiran akan efek dari perang biologi dan kimia selama invasi AS 2003 ke Irak.

Mereka mengambil tindakan pencegahan COVID-19 segera setelah melaporkan kasus pertamanya pada 24 Februari 2020, seminggu sebelum kasus COVID-19 pertama Arab Saudi.

Resor mewah Khiran dan Al-Kout Beach Hotel bintang lima telah menjadi pusat karantina. Arena pameran internasional digunakan untuk pengujian dan sebagai rumah sakit darurat.

Arab Saudi telah melaporkan terdapat 1.453 kasus COVID-19 di negaranya, delapan orang dinyatakan meninggal. Sementara sebanyak 266 kasus yang terkonfirmasi dan tidak ada catatan kematian dalam jumlah tersebut. Wabah awal di kedua negara terkait dengan perjalanan ke luar negeri.