IKEA Efek dan Revolusi Industri Furnitur di Tangan Ingvar Kamprad
Ingvar Kamprad (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Ingvar Kamprad memulai usaha furnitur miliknya, IKEA, sejak remaja. Bisnis itu tentu tidak langsung jadi raksasa seperti sekarang. Kamprad merintis usaha itu dari kecil, dengan alat tulis dan kaus kaki sebagai barang jualan. 

Perusahaan Kamprad kemudian berkembang dan menjadi salah satu perusahaan furnitur terbesar di dunia sampai saat ini. Kamprad berhasil merevolusi dunia retail. 

Kamprad adalah seorang pengusaha tangguh kelahiran Pjatteryd (sekarang bagian dari Kota Almhult), Swedia. Ia lahir pada hari ini 30 Maret 93 tahun lalu atau pada tahun 1926.

Jauh sebelum mendirikan IKEA, Kamprad memang sudah punya jiwa entreprenur yang kuat sejak kecil. Mengutip situs resmi IKEA, sejak usia lima tahun ia sudah mulai usaha menjual korek api.

Dua tahun kemudian, ia mulai mengedarkan barang jualannya ke tetangga-tetangganya menggunakan sepeda. Ingvar Kamprad semakin serius menekuni usahanya, bahkan saat ia masih berusia 17 tahun. Usia emas sebagai remaja ia habiskan untuk membangun usaha IKEA.

Kehidupan Kamprad saat itu belum tentu lebih mudah dari kebanyakan anak seusianya. Meski menderita disleksia --suatu kondisi terganggunya kemampuan belajar yang ditandai dengan kesulitan membaca, Kamprad tetap berhasil melewati masa-masa berat di sekolahnya sampai lulus. 

Atas keberhasilan Kamprad melewati masa sekolah, sang ayah kemudian memberikannya sejumlah uang. Uang itulah yang kemudian ia gunakan sebagai modal awal merintis usahanya di tahun 1943, di tempat kelahirannya, Smaland, Swedia. 

Nama IKEA merupakan akronim dari nama depan dan belakangnya Ingvar Kamprad (IK). Sementara dua inisial lain diambil dari sebuah nama kebun yang ia bangun Elmtaryd, di mana letaknya berdekatan dengan Desa Agunnaryd. Jadi, IKEA adalah akronim dari Ingvar, Kamprad, Elmtaryd dan Aggunaryd

Miniatur IKEA (Wikimedia Commons)

.

IKEA efek

IKEA punya brand sendiri di mata konsumennya. Raksasa retail itu tak seperti toko furnitur yang terkesan "jadul". Orang-orang yang pergi ke sana bukan hanya sekadar ingin membeli perabotan yang mereka butuhkan, mereka seperti benar-benar bermain ke rumah yang sudah didekorasi dengan menarik. 

IKEA memajang barang-barang jualannya di satu lantai. Di sana pelanggan bisa benar-benar melihat dan menggambarkan barang yang akan mereka beli. Perusahaan ini bukan hanya menjual barang, namun juga menjual pengalaman. 

Perempuan berfoto di lorong IKEA dengan satu set furnitur (Twitter/@IKEA_ind)

Selain itu, inovasi terbesar dari perusahaan ini adalah mereka menjual barang furnitur flat-pack atau barang-barang yang bisa dibongkar pasang dan dirakit sendiri. Jadi, alih-alih menjual barang jadi seperti toko-toko furnitur kebanyakan, IKEA malah menyuguhkan barang-barang yang nantinya si pelanggan sendiri yang merakitnya di rumah. 

Intinya, ada dua sisi inovasi modern yang dibawa IKEA, menurut salah seorang Psikologi Perilaku Konsumen dari Universitas Ruskin, Cathrine Jansson-Boyd, dikutip The Conversation,  yakni furnitur paket datar (barang rakitan) dan tata letak toko yang membuat orang-orang lebih tertarik untuk membeli lebih banyak ketika datang ke toko retail tersebut. 

IKEA pertama kali mengeluarkan gaya furnitur yang dikemas rata (flat-pack) khasnya pada tahun 1950an. Konsep yang ia gagas ini berhasil membuat efisiensi biaya produksi dan membuat pengiriman barang menjadi lebih praktis. Furnitur rakitan ini ternyata yang menurut Cathrine punya pengaruh penting pada alam bawah sadar konsumen. 

Seperti dijelaskan Cathrine, ada alasan ilmiah mengapa konsumen tak pernah merasa puas ketika merakit furnitur mereka sendiri. Tindakan sederhana ketika mereka menyentuh bagian-bagian dari barang furnitur yang hendak mereka rakit, dapat meningkatkan nilai dari sebuah produk yang bisa dirasakan secara langsung. Cathrine bilang, semakin banyak konsumen merakit sesuatu semakin mereka menyukainya.

Menurut penelitian, ketika seseorang berhasil membangun sesuatu sehingga menjadi objek yang lengkap, akan menimbulkan persepsi lebih menguntungkan daripada membeli produk dalam bentuk jadi. "Fenomena ini dikenal sebagai efek IKEA," tulis Cathrine.

Ketika kita menyentuh sesuatu, tambah Cathrine, bagian otak yang mengolah emosi kita aktif, sehingga kita mengalami hubungan yang erat dengan produk ketika kita banyak menyentuhnya. Menurutnya, sentuhan menciptakan perasaan memiliki dan meningkatkan nilai yang kita miliki tentang barang-barang.

"Dengan demikian, ketika seseorang selesai merakit barang-barang flat-pack itu, akan muncul rasa bangga dengan pencapaian mereka dan mengalami perasaan terikat dengan barang tersebut," kata Cathrine.

Selain karena konsep "showroom" yang diusung di retail IKEA, IKEA efek berhasil merevolusi perilaku konsumen dalam membeli barang furnitur. Hal itulah yang membuat IKEA sangat banyak diminati pelanggannya.

Sampai pada tahun 2000-an, ekspansi IKEA sudah mencapai Jepang dan Rusia. Sampai 2014, IKEA sudah memiliki 364 toko di 46 negara, dan pada tahun itu IKEA pertama kali membuka cabangnya di Tangerang Banten, Indonesia.