Darurat Sipil Jadi Langkah Terakhir Pemerintah Hadapi COVID-19
Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah akan menerapkan penetapan status Darurat Sipil untuk menanganani penyebaran virus corona atau COVID-19 ketika keadaan makin buruk. Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman mengatakan Presiden Joko Widodo lebih mengutamakan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan phisycal distancing atau menjaga jarak aman.

Pemerintah, kata Fadjroel, masih terus mempertimbangkan usulan pemberlakuan Darurat Sipil. Pertimbangan terusn dilakukan agar penerapan PSBB dapat dijalankan secara efektif.

"Penerapan Darurat Sipil adalah langkah terakhir yang bisa jadi tidak pernah digunakan dalam kasus COVID-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulisnya, Senin, 30 Maret.

Menurut Fadjroel, Jokowi meminta agar PSBB dan physical distancing dilakukan secara tegas, disiplin dan efektif demi memutus penyebaran virus yang berasal dari Kota Wuhan, China. 

Nantinya, dalam menjalankan PSBB, pemerintah akan melakukan pendekatan persuasif lewat Kementerian Kesehatan, Gugus Tugas Covid-19, Kementerian Perhubungan, Polri, TNI, Pemda, kementerian dan lembaga terkait.

Status Darurat Sipil diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 23 Tahun 1959 tentang keadaan bahaya.

Dalam undang-undang itu, pada Pasal 1 menyatakan, Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang menyatakan seluruh atau sebagian dari wilayah Negara Republik Indonesia dalam keadaan bahaya dengan tingkatan keadaan darurat sipil atau keadaan darurat militer atau keadaan perang. Tiga syarat keadaan darurat itu ditentukan dalam Pasal 1 ayat 1, 2, dan 3.

Pasal 1 ayat 1 yaitu: keamanan atau ketertiban hukum di seluruh wilayah atau disebagian wilayah Negara Republik Indonesia terancam oleh pemberontakan, kerusuhan-kerusuhan atau akibat bencana alam, sehingga dikhawatirkan tidak dapat diatasi oleh alat-alat perlengkapan secara biasa.

Pasal 1 ayat 2, yakni: timbul perang atau bahaya perang atau dikhawatirkan perkosaan wilayah Negara Republik Indonesia dengan cara apapun juga; dan Pasal 1 ayat 3 yaitu Hidup Negara berada dalam keadaan bahaya atau dari keadaan-keadaan khusus ternyata ada atau dikhawatirkan ada gejala-gejala yang dapat membahayakan hidup Negara.

Dalam Pasal 3 ditegaskan bahwa penguasa keadaan darurat sipil adalah Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang selaku penguasa Darurat Sipil Pusat.

Cakupan darurat sipil di daerah diatur dalam Pasal 4 yang menyatakan, daerah-daerah penguasaan darurat sipil dilakukan oleh kepala daerah serendah-rendahnya dari daerah Tingkat II selaku Penguasa Darurat Sipil Daerah yang daerah hukumnya ditetapkan oleh Presiden/Panglima Tertinggi Angkatan Perang.

Selanjutnya, dalam Pasal 7 Perppu tersebut dijelaskan, penguasa darurat sipil daerah harus mengikuti arahan penguasa darurat sipil pusat, atau dalam kondisi darurat COVID-19 ini adalah Presiden Jokowi. Nantinya, presiden dapat mencabut kekuasaan dari penguasa darurat sipil daerah.

Diberitakan sebelumnya, Presiden Jokowi akan menetapkan situasi Darurat Sipil. Ketika situasi ini diberlakukan, Jokowi meminta agar apotek dan toko kebutuhan barang pokok tetap dibuka dengan protokol jaga jarak yang telah ditetapkan pemerintah.

"Saya juga minta dan pastikan bahwa apotek dan toko-toko penyuplai kebutuhan pokok bisa tetap buka untuk melayani kebutuhan warga dengan tetap menerapkan protokol jaga jarak yang ketat," ujarnya dalam paparannya sebelum rapat terbatas dengan Gugus Tugas Penanganan COVID-19, Senin, 30 Maret.

Jokowi juga meminta jajarannya menyiapkan payung hukum untuk menjalankan pembatasan sosial skala besar tersebut. Tujuannya, sebagai pegangan bagi pemerintah daerah.

"Dalam menjalankan kebijakan pembatasan sosial berskala besar, saya minta agar segera disiapkan aturan pelaksanaan yang jelas sebagai panduan provinsi kabupaten dan kota sehingga mereka bisa bekerja," ungkapnya.