Mempertanyakan Realisasi Pajak DKI yang Belum Optimal
Rapat DPRD soal pajak daerah Jakarta (DIah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Badan Pajak dan Retribusi Daerah (BPRD) harus menerima cecaran pertanyaan dari anggota DPRD DKI dalam rapat Badan Anggaran hari ini. Pasalnya, realisasi pendapatan daerah dinilai belum optimal. 

Target penerimaan dari 13 pajak yang sudah ditetapkan dalam Perubahan APBD (APBD-P) tahun 2019 sebesar Rp44,54 triliun. Sementara, per tanggal 26 November, anggaran baru mencapai Rp35,315 triliun karena seluruh satuan pajak belum ada yang mencapai target. Masih ada selisih Rp9,224 triliun yang mesti dikejar.

Ketua Banggar DPRD DKI Prasetio Edi Marsudi mempertanyakan manajemen perekonomian DKI. Pemprov menargetkan pajak hiburan yang tinggi dari pengusahan hiburan sebanyak Rp850 miliar. Namun, realisasinya hanya Rp743,2 miliar.

Prasetio punya pandangan bahwa kebijakan Peraturan Daerah (Perda) lain seperti Kawasan Tanpa Rokok menjadi salah satu penghambat pendapatan pajak daerah. Sepengetahuannya, tempat hiburan sangat sepi jika tidak ada pengguna rokok di dalamnya.

"Soal pajak hiburan, contohnya ada bar yang menjual jual wine dan cigar (cerutu), tapi dia enggak bisa ngisep ngerokok. Coba kasih mereka kesempatan untuk menyediakan smoking area dan non-smoking. Mestinya Pemprov buat peraturan yang objektif karena pajak soal rokok itu merugikan," ungkap Prasetio di Gedung DPRD, Jakarta Pusat, Selasa, 26 November. 

Rapat DPRD (Diah Ayu Wardani/VOI)

Kemudian, anggota Fraksi PDIP Merry Hotma menyoroti soal rendahnya penerimaan pajak BBM yang masuk dalam Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB). Target PBBKB Rp1,27 triliun, namun realisasi penerimaan  per 26 November baru mencapai Rp1,15 triliun. 

"Nah saya bingung ini enggak pernah muncul (target penerimaan) ribuan liter yang masuk ke DKI. Begitu macetnya Jakarta, kita kebagian macetnya tapi pajak BBM-nya kita ngga jelas," ujar Mery Hotma. 

Menanggapi, Kepala BPRD DKI Faisal Syafruddin menjelaskan beberapa alasan penerimaan pajak masih belum optimal. Faisal membenarkan salah satu faktor penurunan realisasi pajak hiburan adalah Perda Rokok. 

Kemudian, ada faktor lain seperti turunnya tren acara tahunan ataupun konser besar yang biasanya digelar di Jakarta menjadi ke luar Jakarta.

"Ada beberapa kegiatan hiburan yang tadinya di GBK dan JIexpo di Jakarta berpindah ke ICE BSD Tangerang, Sentul International Convention Center di Jawa Barat, dan Bali," jawab Faisal. 

"Tapi, nantinya akan dibangun oleh DKI tempat yang besar yang kemungkinan nanti akan disatukan untuk kegiatan liburan kita seperti untuk kesenian dan kegiatan sebagainya," tambah dia. 

Rapat DPRD (Diah Ayu Wardani/VOI)

Selanjutnya, soal penerimaan pajak BBM yang tak optimal, Faisal sebelumnya sudah menduga ada setoran pajak BBM dari Pertamina yang tak sesuai dengan target penerimaan PBBKB. 

Faisal mengaku Pemprov DKI selama ini hanya mengandalkan laporan dari Pertamina. Mereka tak punya alat RFID yang mencatat berapa jumlah meter kubik BBM yang keluar pada tiap SPBU di DKI. 

Karenanya, BPRD akan melakukan pemeriksaan PBBKB dengan melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ekspektorat, dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 

"Kita mencoba untuk mengakurasikan data benar enggak ini pajak yang disetor pertamina itu sesuai dengan yang disetorkan karena kita tidak meyakini secara real bahwa penerimaan PBBKB sesuai yang dikirimkan oleh Pertamina," jelas dia.