Strategi Jokowi Cegah Mudik agar COVID-19 Tak Menyebar ke Daerah
Presiden Joko Widodo (Foto: Twitter @jokowi)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo menyatakan, pergerakan arus mudik sudah terjadi beberapa waktu ini. Padahal, mobilitas orang dengan jumlah cukup besar saat pandemi virus corona atau COVID-19 sangatlah berisiko. Yang paling banyak melakukan mudik adalah pekerja informal yang bekerja di wilayah Jabodetabek. 

Pergerakan arus mudik para pekerja informal ini, kata Jokowi, terjadi setelah DKI Jakarta menetapkan status tanggap darurat. Kebanyakan dari mereka yang mudik di awal melakukan perjalanan menuju ke Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Timur.

"Selama delapan hari terakhir ini, tercatat ada 876 armada bus antar provinsi yang membawa kurang lebih 14 ribu penumpang dari Jabodetabek ke Jabar, Jateng, Jatim dan DIY," kata Jokowi dalam pemaparannya sebelum memimpin rapat terbatas, Senin, 30 Maret.

Dia menambahkan, angka itu belum ditambah dengan mereka yang menggunakan transportasi massal lainnya seperti kereta api, kapal laut, angkutan udara serta yang menggunakan kendaraan pribadi.

Mantan Gubernur DKI Jakarta ini mengatakan, para pekerja informal ini terpaksa pulang karena penghasilan mereka menurun drastis sejak ditetapkannya kebijakan belajar, bekerja dan beribadah dari rumah.

Karenanya, Jokowi meminta jajarannya segera mempercepat program sosial berupa jaring pengamanan sosial (social safetynet) ataupun program pemberian insentif yang memberikan perlindungan sosial bagi para pekerja informal.

"Sehingga para pekerja informal buruh harian asongan semuanya bisa memenuhi kebutuhan dasarnya sehari-hari," ungkapnya.

Selain itu, Jokowi memerintahkan jajarannya untuk membuat langkah tegas untuk mencegah orang mudik saat Idul Fitri nanti.

"Demi keselamatan bersama saya juga minta dilakukan langkah-langkah yang lebih tegas untuk mencegah terjadinya pergerakan orang ke daerah," kata dia.

Walaupun saat ini sudah ada imbauan dari kepala daerah serta tokoh masyarakat kepada para perantau untuk tidak mudik, namun Jokowi menilai hal itu belum cukup. Sebab, yang terpenting saat ini adalah memutus penyebaran virus tersebut dengan melakukan pysichal distancing.

Sementara untuk warga yang terlanjur mudik, Jokowi mengingatkan kepala daerah memantau pergerakan mereka. Namun, pengawasan ini harus dilakukan secara berhati-hati dan jangan menimbulkan kesan berlebihan dalam pelaksanaannya.

"Terapkan protokol kesehatan yang baik sehingga memastikan bahwa kesehatan para meudik betul-betul memberi keselamatan bagi warga yang ada di desa," tegasnya.

Usai rapat, Juru Bicara Kepresidenan Fadjroel Rachman meminta agar semua pihak bisa membantu mencegah penyebaran COVID-19 dengan tidak melakukan mobilitas ke wilayah lain. Bahkan, untuk mengantisipasi hal tersebut pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres).

"Pemerintah menyiapkan Peraturan Presiden (Perpres) dan Instruksi Presiden (Inpres) sebagai dasar hukum pengaturan mudik lebaran Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriyah untuk mencegah penyebaran COVID-19," kata Fadjroel dalam keterangan tertulisnya.

Sementara Juru Bicara Kementerian Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Jodi Mahardi mengatakan dari rapat ini Presiden Jokowi meminta agar ada kajian terkait mitigasi ekonomi bagi masyarakat terdampak terutama bagi masyarakat pekerja di sektor informal.

"Khususnya bagaimana kesiapan jaring pengaman sosial yang akan diberikan. Kajian diharapkan selesai dalam dua hari dan Presiden akan memutuskan," ujar Jodi.