China Menginjak Fase Awal Pemulihan yang Tentu Saja Tak Mudah
Ilustrasi foto (Chen Feng/Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Komisi Kesehatan untuk Provinsi Hubei China mengatakan bahwa pihaknya akan menghapus semua pembatasan perjalanan masuk dan keluar dari Provinsi Hubei. Pencabutan tersebut dilakukan pada 25 Maret, dengan pengecualian Kota Wuhan, Ibu Kota provinsi dan pusat penyebaran wabah COVID-19 di negara itu. 

Melansir The Straits Times, Selasa 24 Maret, pembatasan perjalanan untuk meninggalkan Wuhan baru akan dicabut pada 8 April, dan orang-orang akan mendapatkan kode kesehatan. Situasi ini jadi kemajuan bagi Kota Wuhan yang sebelumnya di-lockdown sejak 23 Januari.

Pelonggaran pembatasan perjalanan terjadi ketika otoritas Provinsi Hubei melaporkan bahwa infeksi baru turun hingga nol pada 19 Maret. Jumlah ini merupakan penurunan dramatis dari ketinggian epidemi yang menginfeksi lebih dari 80 ribu orang China dan menewaskan lebih dari 3.200.

China, pada 23 Januari mengambil langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk me-lockdown Wuhan dan daerah sekitarnya. Hal tersebut secara efektif membatasi pergerakan 60 juta orang di Provinsi Hubei ketika COVID-19 menyebar di luar kendali.

Langkah-langkah itu juga menimbulkan matinya perjalanan udara dan kereta api sekaligus membatasi mereka yang biasa berpergian dengan mobil. Langkah-langkah keras lain yang dilakukan otoritas adalah melarang pertemuan besar dan berusaha menjaga masyarakat tetap berada di dalam rumah.

Beberapa kritikus melihat karantina sebagai pendekatan yang berat setelah kegagalan sebelumnya untuk bertindak cukup cepat membendung penyebaran COVID-19. Virus tersebut kini menyebar secara global. Italia, Filipina, dan India telah melakukan lockdown nasional.

Ilustrasi foto (Cheng Feng/Unsplash)

Gelombang wabah baru

Namun, di sisi lain, pengumuman pencabutan pembatasan perjalanan juga dilakukan ketika China melaporkan terdapat 78 kasus COVID-19 baru. Kasus tersebut sebagian besar berasal dari luar negeri dan sempat menimbulkan kekhawatiran akan munculnya gelombang kedua wabah.

Di bagian lain negara itu, pihak berwenang terus memaksakan penyaringan dan karantina yang lebih keras dan telah mengalihkan penerbangan internasional dari Beijing ke kota-kota China lainnya. Namun, hal tersebut tidak membendung masuknya warga negara China yang kebanyakan adalah pelajar yang pulang untuk menghindari COVID-19 di negara lain.

Pemerintah Beijing memperketat aturan karantina untuk orang-orang yang datang dari luar negeri. Setiap orang yang memasuki Beijing dikenakan pemeriksaan karantina dan kesehatan yang terpusat.

Pemerintah Kota Shenzhen mengatakan, misalnya yang menyatakan akan melakukan pengujian kepada semua kedatangan. Makau juga akan melakukan kebijakan pelarangan pengunjung dari China Daratan, Hong Kong, dan Taiwan.

Jumlah kasus akibat penularan dari kedatangan luar negeri pertama kali dilaporkan di selatan Guangzhou. Setelah itu, kota lain seperti Beijing dan Shanghai menyusul laporan yang sama. 

Otoritas China khawatir akan terjadi wabah kedua, mengingat pabrik dan bisnis baru saja mulai dibuka. Kembalinya masyarakat berkegiatan juga sedikit memicu kekhawatiran karena penularan akan kembali terbuka lebar.

Masyarakat kini juga berhati-hati dalam berbelanja karena ekonomi mereka belum pulih sepenuhnya. Di Provinsi Gansu, daerah yang terkenal miskin, para otoritasnya menghabiskan uang setidaknya 200 yuan per minggu untuk memacu pemulihan industri katering lokal.