Tentang Hoaks yang Muncul karena Kekhawatiran COVID-19
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Mewabahnya virus corona atau COVID-19 di Indonesia disertai dengan munculnya konten hoaks dan disinformasi. Catatan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), aa 242 konten hoaks yang berkaitan dengan virus ini selama beberapa waktu belakangan. Konten hoaks itu tersebar di media sosial dan layanan pesan instan.

Beberapa hoaks yang muncul di antaranya, lockdown kota di Bali pada 25 Maret. Padahal, jika lebih cermat, di tanggal tersebut masyarakat Bali yang mayoritas beragama Hindu sedang menjalani ibadah Nyepi. Sehingga Bali akan ditutup. 

Atau, seorang terapis di salah satu tempat hiburan malam di Jakarta yang terjangkit virus corona. Sehingga ada narasi imbauan kepada masyarakat untuk tidak datang ke tempat-tempat hiburan dalam waktu dekat ini.

Sosiolog Musni Umar memiliki pandangan tersendiri soal munculnya berita bohong yang seakan 'lelucon' ini. Menurutnya, si pembuat cerita itu berkeinginan agar masyarakat tak khawatir dan tetap tenang terhadap penyebaran COVID-19. Namun, cerita itu muncul di waktu dan tempat yang tidak tepat. Apalagi, saat ini, masyarakat khawatir dengan penyebaran COVID-19.

"Mungkin ada niat untuk menenangkan. Tapi karena masyarakat sedang panik dan khawatir yang berlebihan, maka pesan atau makna yang ditangkap masyarakat dari berita itu jadi salah," ucap Musni kepada VOI, Rabu, 18 Maret.

Kekhawatiran masyarakat atas COVID-19, kata Musni, diakibatkan pemberitaan tentang COVID-19 di Indonesia yang masif. Apalagi, orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP) virus corona semakin bertambah setiap harinya. Lalu, infomasi-informasi soal virus corona di beberapa negara lain, juga dinilai memperburuk kondisi psiksis masyarakat.

"Faktor utama sebetulnya karena pemberitaan. Saat ini, pemberitaan soal penyebaran COVID-19 yang begitu masif. Sehingga, masyarakat panik dan terkadang salah memaknai informasi yang mereka terima," kata Musni.

Untuk itu, disarankan kepada aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan kepada para penyebar hoaks. Meski hanya beralasan iseng atau maksud baik, dampak yang ditimbukan akibat informasi seperti ini sangat luar biasa.

"Seharusnya memang aparat penegak hukum yang tegas menindak. Jangan sampai hoaks memperparah kondisi saat ini," kata Musni.

Menteri Kominfo Johnny G Plate menegaskan, Kementerian Kominfo akan selalu melakukan konfirmasi kebenaran isu yang tengah menjadi perhatian masyarakat di media sosial. Tujuannya adalah untuk melindungi segenap bangsa dan masyarakat dari dampak negatif informasi yang tidak benar terkait dengan COVID-19 dan menyebabkan kehawatiran berlebih.

"Ini bahaya, apabila masyarakat mengkuti informasi yang tidak benar itu," tambahnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Kominfo, Semuel Abrijani Pangerapan menjelaskan, dalam mengatasi informasi hoaks COVID-19 yang beredar di medsos, perlu ditindaklanjuti bersama dengan pemilik platform.

"Tugas dan fungsi Kominfo sesuai dengan kebijakan yang berlaku tidak bisa melakukan penutupan akun yang terbukti menyebarkan hoaks," tuturnya.

Pria yang akrab disapa Semmy ini juga akan memberikan rekomendasi akun-akun mana yang terindikasi melakukan penyebaran hoaks sesuai dengan aduan masyarakat dan patroli di medsos.

"Kami memberikan rekomendasi kepada pemilik platform dan pihak penegak hukum, kemudian mereka yang menutup akun tersebut," ungkap Sammy.

Semmy menambahkan, meski hoaks di Indonesia belum termasuk kategori kuat, tetapi jika dibiarkan menjamur akan mengakibatkan keresahan yang berdampak kepanikan pada masyarakat. Berkaitan dengan konten hoaks yang menimbulkan keresahan pada publik itu, maka pihaknya juga akan ditindak lanjuti penegak hukum yakni Kepolisian. Bila ada unsur delik pidana yang telah dilanggar oleh pemilik akun yang menyebarkan informasi yang tidak benar tersebut.

"Bila sifatnya masif dan menimbulkan keresahan publik maka akan ditindak lanjuti oleh Kepolisian," tutur Semmy.

Sebelumnya diberitakan, Kominfo juga telah melaporkan lima kasus hoaks yang salah satunya berkaitan dengan mistik kepada kepolisian Polda Kalimantan Barat, dua di Polda Kalimantan Timur dan satu di Polda DKI Jakarta yang dianggap memenuhi unsur pelanggaran sesuai peraturan Kominfo.