Jangan Lupakan Penyakit DBD karena Sibuk Cegah COVID-19
Menteri Kesehatan Agus Terawan Putranto (Diah Ayu Wardani/VOI)

Bagikan:

JAKARTA - Seluruh dunia sedang mewaspadai penyebaran virus corona, penyakit menular yang menjadi pandemi atau wabah yang menjangkit serempak di mana-mana. Namun, di luar itu, masih ada penyakit lain yang patut diwaspadai. 

Apalagi, sekarang sedang musim hujan. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bilang, satu penyakit yang mengintai ketika musim penghujan adalah penyakit demam berdarah dengue (DBD). 

"(DBD) ini jangan dilupakan hanya karena (ada) penyakit yang lain. Ini tidak boleh diabaikan, karena ini juga menyangkut anak-anak kita. Yang bisa terkena anak-anak, balita, muda, hingga dewasa," ucap Terawan saat ditemui di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, 

Hingga kini, penderita DBD meninggal terbanyak berada di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan total 37 orang. Jumlah ini berdasarkan data Dinas Kesehatan NTT pada Rabu, 11 Maret. Sementara, jumlah pasien DBD yang masih dirawat sedikitnya berjumlah 3.109 orang. 

Kemudian, korban jiwa akibat DBD terbanyak selanjutnya berada di Jawa Barat, mencapai 15 kasus. Selanjutnya, Provinsi Lampung dengan jumlah 10 orang meninggal dunia. Kementerian Kesehatan mencatat, sejak Januari hingga 11 Maret 2020, pasien penderita DBD telah mencapai 17.820 di seluruh Indonesia.

Lebih lanjut, pemerintah menetapkan penularan DBD Kabupaten Sikka, NTT menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) yang mesti ditangani dengan lebih serius dari wilayah lain. 

"Di Sikka yang paling banyak meninggalnya, yakni sampai 13 orang. Kita semua sudah deliver tenaga-tenaga di Sika. Kita membawa 30 tenaga dokter dan perawat dari TNI dan juga kemenkes TNI polri bersama-sama melakukan upaya preventif dan promotif," jelas Terawan. 

Terawan berharap, semua pihak ikut membantu dalam pemberantasan sarang nyamuk. Kemudian, petugas jentik yang dikelola oleh Dinas kesehatan setempat bisa melihat lebih teliti soal potensi jentik di lingkungan pemukiman. 

"Karena ini sangat mematikan. Bayangkan, sudah 100-an lebih yang meninggal se-Indoensia karena DBD. Otomatis kita mesti sama sama berjuang supaya wabah DBD ini juga bisa selesai, kemudian konsentrasi lagi tetep konsentrasi ke pandemi Corona. Jadi menurut saya kita jangan habis di satu sisi energinya," tutur dia. 

Sebagai informasi, DBD merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue yang menginfeksi bagian tubuh dan sistem peredaran darah manusia, serta ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegepti atau Albopictus Betina yang terinfeksi. 

Gejala DBD biasanya diawali dengan demam, nyeri otot dan sendi, terdapat bintik/ruam merah di kulit disertai mual dan nyeri ulu hati dan pada kasus yang parah dapat terjadi pendarahan dan syok yang membahayakan nyawa.

Musim hujan yang disertai panas memang sangat disenangi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus si pembawa virus DBD. Saat itu, nyamuk menetas menjadi dewasa jadi lebih banyak kalau di musim panas dan hujan. 

Jika hujan lebat, telur bisa hanyut terbuang. Tapi jika musim panas, telur nyamuk juga bisa mati. Yang rawan justru di saat hujan yang disertai panas di mana ada kesempatan bagi nyamuk menetaskan telur dan berkembang biak dengan cepat. 

Faktor lain yang membuat orang lebih rentan digigit nyamuk di musim hujan ini ialah berkurangnya mobilitas seseorang. Orang akan lebih sering menetap di suatu tempat. Di saat yang sama nyamuk akan lebih mudah melakukan gigitan.

Guna mencegah wabah DBD, warga bisa menguras tampungan air dan memelihara tanaman yang efektif mengusir nyamuk. Serta membuat lavitrap atau perangkap untuk mencegah nyamuk berkembang biak.