Resensi Film <i>Gun Akimbo</i> - Komedi Satire di Balik Aksi Brutal
Daniel Radcliffe dalam Gun Akimbo (Facebook/Offial Fanpage Gun Akimbo)

Bagikan:

JAKARTA - Daniel Radcliffe kembali lewat film terbarunya, Gun Akimbo. Selalu menarik melihat penampilannya di setiap film di luar dunia sihir Harry Potter. Gun Akimbo adalah film yang brutal. Tak hanya berdarah-darah, tapi juga memuat komedi satire yang kuat.

Soal Daniel. Setiap film setelah Harry Potter semacam tantangan. Sebelum Gun Akimbo, Daniel berhasil lewat The Women In Black (2012), Swiss Army Man (2016), juga Jungle (2017). Di Gun Akimbo, Daniel memerankan pemuda bernama Miles.

Miles adalah tipikal serius yang memiliki bumbu komedi di dalam dirinya. Komedi satire nan menyentil. Di film ini, Daniel beradu akting dengan bintang utama Ready or Not (2019), Samara Weaving (Nix).

Kombinasi keduanya menjadi ramuan utama film berdurasi satu setengah jam untuk menghibur siapa saja yang menonton guna melihat langsung aksi kebrutalan dan komedi satire yang ditawarkan.

Tak sekadar brutal

“Kau duduk dengan komputermu, menyukai foto-foto bayi tersenyum, berbagi kutipan inspirasi. Tapi, sebenarnya yang ingin kau lihat adalah kematian. Kau mengklik tajuk berita menyeramkan, kekerasan, kehancuran, terorisme, perang. Karena itu membuat hidup kecilmu yang buruk, terlihat kurang berantakan. Kau mau jadi viral? Skizm adalah virus.”

Opening di atas membuat orang-orang yang menonton Gun Akimbo berspekulasi dengan ide cerita dari film ini. Sindiran-sindiran terkait generasi kekinian yang tak bisa jauh-jauh dari gadget, menebar komentar-komentar negatif, hingga bernyali tinggi di dunia maya, menjadi awalan dari film dan seluruh sindiran itu. Segalanya tertuang dalam figur seorang Miles.

Miles digambarkan sebagai seorang programer muda yang memiliki kehidupan menyebalkan. Mulai dari putus cinta, pekerjaan yang tak terlalu menarik, belum lagi atasan yang galak. Sebagai pelarian, dirinya memanfaatkan momentum berselancar di dunia maya sembari menenggak alkohol sebagai opsi.

Uniknya, Miles begitu larut dalam aktivitas tersebut, hingga ada satu momentum di mana Miles menemukan sebuah kanal bernama Skizm yang melakukan siaran langsung terkait aksi brutal pertarungan para penjahat kota yang dipilih secara acak.

Saking larutnya, Miles kemudian terbawa-bawa suasana yang membuatnya menghujani kolom komentar dengan kata-kata kotor nan provokatif. Kata-kata itu ternyata menarik perhatian dari pihak Skizm.

Tapi karena Miles sudah kadung semangat, sehingga peringatan dari pihak Skizm diabaikan. Akibatnya, pihak Skizm kemudian mendatangi kediaman Miles. Mereka menculiknya, dan menjadikan Miles sebagai salah satu petarung yang siap melawan jawara bertahan Nix.

Dalam penculikan itu, jari-jari Miles di bor dengan dua buah pistol berisi seratus peluru --masing-masing 50 di tangan kanan dan 50 di tangan kiri. Setali dengan itu, Miles diberi tugas untuk membunuh Nix dalam waktu 24 jam. Parahnya lagi, dirinya tak bisa melarikan diri, atau tak mengerjakan tugas, karena jawabannya dari pihak Skizm jelas, yaitu Mati.

Di situlah letak pintu awal dari adegan brutal satu demi satu diperlihatkan. Bahkan, unsur komedi sudah terlihat sejak awal saat Miles berusaha kabur dari gempuran serangan dari Nix. Kejadian itu begitu lucu karena saat itu Miles yang hanya bermodalkan celana pendek dengan membawa dua buah pistol ke sana kemari di tengah kota.

Bagaimana nasib Miles yang sama sekali belum pernah membunuh bisa menalukkan tantangan dari Skizm? Jelas, itulah yang dinanti mereka yang menyaksikan film yang awalnya sempat ditayangkan terlebih dahulu saat gelaran Toronto International Film Festival pada September tahun lalu.

Secara keseluruhan, film ini cukup menarik. Hanya dalam pembangunan jalan cerita agaknya kurang tersampaikan dengan baik. Dialog yang dibangun kadang sedikit berlebihan. Walau begitu, Gun Akimbo berhasil membuat seisi bioskop menjadi tertawa. Atau bisa jadi, hal itulah yang menjadi ramuan dari empunya film Jason Lei Howden mengemas film ini.

Selain itu, Jalan cerita yang kurang tersampaikan dengan baik, lantas menjadi termaafkan oleh aksi-aksi yang bernarasi brutal. Baik dalam hal adegan perkelahian, tembak-tembakan, hingga satu lawan satu. Semuanya aksi dikemas secara intens dan menarik.

Oleh karena itu, wajar jika film ini diberi rating untuk dewasa alias rating R karena adegan yang diramu mengandung banyak unsur-unsur kekerasan. Bagi Anda yang ingin menyaksikannya di bioskop kesayangan. Saksikan saja trailernya terlebih dahulu untuk memanas-manasi suasana.