Mungkinkah Demokrat dan PAN Merapat ke Istana?
Zulkifli Hasan (Instagram @zulhasan)

Bagikan:

JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto bersama elite partainya berkunjung ke kediaman Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus Presiden ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono. Tak lama kemudian, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Padahal diketahui, dua partai ini berada di luar koalisi pemerintahan yang diisi oleh PDI Perjuangan, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai NasDem, Partai Hanura, dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP).

Pertemuan Airlangga dan SBY ini terjadi pada Kamis, 5 Maret yang lalu. Usai pertemuan, Airlangga mengaku hal tersebut hanya membahas soal Omnibus Law yang akhir-akhir ini berpolemik dan membahas soal politik jelang Pilkada 2020. Meski begitu, Airlangga membantah jika dia diutus Presiden Joko Widodo.

Pengakuan soal pembahasan Omnibus Law ini juga disampaikan oleh SBY dalam keterangan tertulisnya. "Pertemuan silaturahmi antara dua ketua umum tersebut membahas beberapa hal, di antaranya penjelasan proses Omnibus Law, dan juga soal Pilkada 2020," kata SBY lewat rilisnya kepada media.

Terkait Pilkada 2020, ketum parpol berlambang bintang mercy ini tak membantah soal adanya penjajakan. Sedangkan terkait Omnibus Law, Partai Demokrat ingin menjadi bagian dari solusi dalam menemukan persamaan bersama bukan perbedaan. "(Partai Demokrat) akan memberikan masukan secara positif dan berdialog tentang Omnibus Law," tegasnya.

Selain itu dalam rilis tersebut, Partai Demokrat, kata SBY siap membantu Presiden Jokowi untuk membangun bangsa.

Setelah pertemuan Airlangga dan SBY tersebut, sehari setelahnya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menemui Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta. Namun, tak jelas apa pembicaraannya mengingat Zulhas tak berkomentar apapun kepada wartawan.

Menanggapi pertemuan tersebut, pengamat politik Hendri Satrio mengatakan kehadiran Zulhas ke Istana Kepresidenan bertemu Jokowi sebenarnya makin menegaskan prediksi jika partai itu akan merapat ke koalisi Jokowi-Ma'ruf.

"Kehadiran Zulhas di Istana hanya untuk memprediksi bahwa PAN akan merapat ke koalisi. PAN benar-benar berbenah untuk 2024," kata Hendri kepada VOI lewat pesan singkat, Sabtu, 7 Maret.

Jika benar itu yang terjadi, maka selain bakal meninggalkan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) sendirian di luar koalisi pemerintahan, nasib Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais akan seperti Wiranto di Partai Hanura.

Diketahui, saat ini Wiranto yang merupakan pendiri Partai Hanura justru tersingkir dari partainya setelah berkonflik dengan Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang.

Hendri menilai, kondisi ini kemungkinan juga akan terjadi pada Amien jika benar PAN bergabung dengan koalisi pemerintahan nantinya. Hanya saja, dia yakin, nasib Amien tak akan seburuk Wiranto yang seakan tak dihormati oleh partai yang dibangunnya.

"Besar kemungkinan (pertemuan) akan makin mengecilkan peran Amien Rais di PAN. Nampaknya, setelah Wiranto yang dikucilkan Hanura, partai yang didirikannya, nasib serupa akan diterima Amien Rais di PAN walaupun penghormatan Amien di PAN akan jauh lebih baik daripada nasib Wiranto di Hanura," ungkapnya.

Meski begitu, pengamat ini menilai langkah Zulhas tampaknya akan sulit. Karena Jokowi paham, langkah yang akan diambilnya akan meninggalkan warisan. Sehingga, jika ada agenda di balik pendekatan tersebut maka Jokowi akan segera membacanya.

Sementara terkait pertemuan Airlangga dan SBY, kata Hendri, jika benar akan terjalin koalisi maka Jokowi bakal lebih memilih bekerja bersama Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) yang merupakan anak kedua SBY. Alasannya, anak sulung SBY, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) terlihat berambisi untuk mencalonkan diri di Pilpres 2024.

Namun, dari semua pertemuan politik yang terjadi sepekan ini, Hendri membaca jelas jika kedua partai ini memang berhasrat untuk masuk ke dalam koalisi saat ini dan besar kemungkinannya untuk diterima. Sebab, Pilpres sudah selesai.

"Akan diterima di koalisi (Jokowi-Ma'ruf), kan sudah selesai pertempurannya, bahkan besar kemungkinan partai koalisi juga akan berkoalisi dengan Demokrat atau PAN di 2024."

Koalisi berkomentar soal pertemuan Jokowi dan Zulhas

Terkait pertemuan Jokowi dan Ketua Umum PAN, sejumlah petinggi partai koalisi pemerintahan pun berkomentar. Sekjen PPP, Arsul Sani misalnya menyatakan pertemuan itu bisa saja terjadi karena Zulhas rindu dengan Jokowi dan bersilaturahmi.

Menurutnya, tak ada juga yang perlu dipersoalkan dalam pertemuan itu. Namun, ketika ditanya soal apakah mungkin ada menteri dari PAN, Arsul justru punya pertanyaan lain.

"Kenapa memang jika PAN gabung dan jatah menteri? Ini enggak masalah. Kan tidak ada yang dilanggar, ya, enggak masalah. Cuma satu saja, apa itu sehat atau tidak untuk kehidupan demokrasi kita? Pertanyaannya kan cuma itu. Tapi tidak ada kemudian halangan secara hukum, secara politik," tegasnya kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 6 Maret.

Sementara politikus PKB Jazilul Fawaid meyakini tak ada pembicaraan soal tawaran menteri dari PAN ataupun pembicaraan soal koalisi. Kata dia, pertemuan ini mungkin tentang hal-hal yang berkaitan dengan undang-undang yang tengah dibahas oleh pemerintah.

Namun, jika benar ada pembahasan soal bagi-bagi jatah kursi, kata dia itu adalah hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden Joko Widodo. "Ikut saja kita, itu bagian otoritas bagian hak prerogatif presiden. Kan PKB enggak pernah neko-neko (macam-macam). Kalau presiden mau apa, mau A, ya, kita dukung A," ungkapnya.