Perbankan Siap Hadapi Kredit Macet Pengaruh COVID-19
Direktur Utama Bank Mandiri, Royke Tumilaar. (Foto: Bank Mandiri)

Bagikan:

JAKARTA - Dampak dari COVID-19 ke Tanah Air diperkirakan juga akan menyasar ke dunia perbankan. Salah satu dampak yang dikhawatirkan perbankan Tanah Air di antaranya adalah terkait kredit macet atau Non Performing Loan (NPL) yang berpotensi meningkat.

Direktur Utama PT Bank Mandiri (Persero) Royke Tumilaar mengaku, pihaknya sudah siap jikalau hal itu akan terjadi. Dirinya menyatakan, Bank Mandiri akan memitigasi potensi naiknya kredit macet.

“Jangan tunggu macet (kreditnya) baru action. Saya yakin belum ada yang macet tapi (ada) antisipasi ke sana karena maksud kebijakan ini kan mengantisipasi,” kata Royke Tumilaar di Jakarta, Kamis 5 Maret.

Royke Tumilaar mengatakan persiapan mitigasi risiko tersebut dilakukan dengan mengimplementasikan paket-paket kebijakan yang telah dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Perbankan itu ada dua hal yaitu kredit sehat dan likuiditas aman jadi keduanya direspon OJK dan BI dengan baik. Sudah ada kebijakan topang likuiditas dan kualitas kredit,” katanya.

Presiden Direktur PT Bank CIMB Niaga Tbk Tigor M Siahaan menuturkan wabah virus corona merupakan ancaman tersendiri bagi perbankan, sehingga perlu koordinasi yang baik dengan pemerintah untuk menjaga likuiditas agar NPL dapat ditekan.

“Kerja sama yang sangat baik dengan solusi fiskal. Sementara ini bukan sesuatu yang sangat dalam tapi kita terus mengantisipasi dan memberikan pelonggaran ke nasabah kami,” kata Tigor.

Direktur Utama PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Sunarso melihat wabah virus corona tak hanya sebagai tantangan melainkan juga suatu hal positif yang mampu meningkatkan manajemen risiko dari sektor perbankan sehingga menjadi lebih kuat.

“Memang ada tantangan tapi hal positifnya yaitu risk management kita semakin sigap dan siap. Siap dengan stress testing kita melalui orkestrasi kebijakan,” katanya.

Sunarso optimis sektor perbankan akan mampu melewati berbagai tantangan dari dampak virus corona, termasuk terkait NPL sebab telah ada koordinasi dan manajemen risiko yang baik.

“Kita optimis karena koordinasi semakin baik dan risk management-nya baik jadi tak terlalu shocking karena kita sering menghadapi ini,” ujarnya.

Sebagai informasi, Bank Indonesia memutuskan untuk menurunkan suku bunga acuan 7-Day Reverse Repo Rate sebanyak 25 basis poin menjadi sebesar 4,75 persen dan suku bunga deposit facility serta lending facility sebesar 25 basis poin masing-masing menjadi 4,00 persen dan 5,5 persen.

Tak hanya itu, BI juga menurunkan rasio Giro Wajib Minimum (GWM) valuta asing bank umum konvensional dan syariah yang semula 8 persen dari DPK (Dana Pihak Ketiga) menjadi empat persen dari DPK untuk meningkatkan likuditas di perbankan.

Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) turut melonggarkan ketentuan penghitungan kolektabilitas atau klasifikasi keadaan pembayaran kredit khusus bagi debitur yang usahanya terganggu karena terdampak virus corona.