Jangan Buka Identitas Pasien COVID-19
Ilustrasi (Unsplash)

Bagikan:

JAKARTA - Presiden Joko Widodo mengumumkan dua warga negara Indonesia yang terinfeksi virus corona atau COVID-19. Dia tak mengumumkan identitasnya, tapi nama dan alamat pasien COVID-19 sudah tersebar.

Jokowi mengingatkan, seluruh pihak agar menjaga identitas pasien. Sebab, identitas pribadi serta kondisi kesehatan seseorang dilindungi Undang-Undang.

"Kita harus menghormati kode etik. Hak-hak pribadi penderita korona harus dijaga, tidak boleh dikeluarkan ke publik. Ini etika kita dalam berkomunikasi. Media juga harus menghormati privasi mereka sehingga secara psikologis mereka tidak tertekan sehingga dapat segera pulih dan segera sembuh kembali," kata Jokowi dilansir setneg.go.id.

Terkait hal itu, Presiden telah memerintahkan menteri untuk mengingatkan kepada pihak rumah sakit dan sejumlah pejabat terkait untuk tetap menjaga kerahasiaan data pribadi pasien yang menjalani perawatan.

Soal identitas seperti ini, Pasal 17 huruf h dan i UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, menerangkan, informasi pribadi dikecualikan bila terkait dengan riwayat, kondisi anggota keluarga, perawatan kesehatan fisik dan psikis seseorang. 

Pengungkapan identitas penderita Corona secara terbuka adalah pelanggaran hak-hak pribadi. Informasi pribadi hanya bisa diungkap atas izin yang bersangkutan atau jika terkait pengisian jabatan publik. Alasan terakhir tidak relevan untuk dipertimbangkan dalam kasus ini.

Karenanya, publik dan petugas diimbau menghormati hak tersebut dan tidak membagi, menyebarkan atau men-share informasi pribadi pasien yang bersangkutan di media sosial atau tempat lain. 

Perlindungan atas identitas pribadi ini dijamin dalam pasal 29 huruf g UUD 1945. Di mana 'Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang berada dibawah kekuasaannya serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi'.

Komisioner Komisi Informasi Pusat Arif A. Kuswardono mengatakan, ketidakhati-hatian dan kekurangcermatan penyampaian informasi pribadi pasien ini bisa menyebabkan viktimisasi. 

"Prinsip yang sama berlaku terhadap identitas pribadi WNI yang kini menjalani karantina di Pulau Sebaru Kepulauan Seribu maupun yang sudah kembali ke masyarakat," kata dia.